Saturday, June 27, 2009

Kau Melihat Dunia Hanya Sebatas Pandanganmu

Ingatkan engkau ketika engkau mulai belajar berjalan?
Ketika engkau mulai melangkahkan kaki setapak demi setapak?
Ingatkah engkau, ketika engkau pertama kali memandang segala sesuatu dari kakimu yang mungil?
Segala sesuatunya terasa begitu jauh dan tak terjangkau oleh tangan-tangan mungilmu.
Kaki kursi maupun kaki bangku seakan-akan tongkat untuk menahanmu berdiri.

Dibawah meja makan merupakan tempat favoritmu, meja makan cukup untuk menudungi kepalamu.
Kau menengadah ketas dan melihat lampu-lampu indah, kau takjub dan kagum melihatnya, lalu kau mengulurkan tanganmu untuk menjangkaunya.
Tapi kau tak sanggup!!
Segala sesuatu nampak begitu jauh dan tak terjangkau bagi tangan dan kaki mungilmu yang berusaha untuk menggapainya.

Lalu kau mendengar sebuah suara memanggilmu.
Kau mencari berkeliling dengan tertatih-tatih, tapi kau tidak menemukannya.
Suara itu memanggilmu lagi..
Kau semakin penasaran dan menjejakkan kakimu ke lantai cepat-cepat untuk mencari sumber suara itu. Tangan dan kaki kecilmu berusaha menjaga keseimbangan ketika kau berlari untuk menemukan siapa yang memanggilmu.

Suara yang begitu lembut, suara yang kau tahu berasal dari orang yang mengasihimu. Suara yang sama terdengar memangilmu lagi, kau memandang sekelilingmu sekali lagi..tapi kau tetap tidak menemukan suara itu. Yang kau lihat disekelilingmu hanyalah mainan mobil-mobilanmu yang berserakan, 4 buah kaki kursi, sebuah balon, beberapa buah, krayon dan tempat favoritmu, dibawah meja makan.

Kau berlari dan melongok ke bawah meja, kalau-kalau sumber suara itu berasal dari sana. Dan kau mendengar suara itu sekali lagi, disertai dengan tawa lembut.
"Kemana kau mencari anakku? Lihat aku diatasmu."

Kau pun mendongakkan kepalamu dan melihat sumber suara itu. Ibumu berdiri di hadapanmu dan tersenyum melihatmu. Kau pun tersenyum dan berpikir, "Hei lihat..aku dapat menemukanmu."

Lalu kau mengulurkan tangan mungilmu dan mencoba menggapainya. Mencoba menciumnya, mencoba memegang tangannya. Namun, aduh..tanganmu tak dapat menggapainya.
Tiba-tiba ibumu terasa begitu jauh darimu. Ia menjulang tinggi dan tak dapat kau raih. Kau merasa kecewa dan menangis. Kau menginginkan ibumu, tapi kau tak dapat mencapainya..Ibu terasa begitu jauh.

Dan tiba-tiba, kau merasa tubuhmu terangkat. Ada sepasang tangan yang memegang pinggang kecilmu. Kau melihat ibumu tersenyum dan berkata, "Nah, aku bisa menemukanmu." Kau menggapai dengan tanganmu dan, Hei lihat..sorakmu..Kau bisa memegang pipinya. Ia tertawa ketika tangan-tanganmu memegang pipinya. Bahkan ketika salah satu tanganmu menarik rambutnya. Ia tertawa dan menarik kau mendekat padanya dan mencium pipimu. Akhirnya kau bisa meraih ibumu. Oh..salah.. Akhirnya Ibumu bisa meraihmu dan mendekapmu.

Betapa sering kita merasa Tuhan jauh dan tidak terjangkau bagi tangan-tangan kita. Atau mungkin kita ingin sekali menjangkauNya tapi upss..tanganmu kurang panjang. Kaki-kakimu kurang tinggi untuk dapt menyentuhNya.

Pernahkah kita merasa Tuhan jauh dari kita, kita berpikir dan membayangkan diri kita seperti anak kecil dengan pandangan yang serba terbatas sehingga kita tidak bisa melihat bahwa sesungguhnya kita berada dibawah kakiNya. Bahkan kita ada kurang dari 10cm dari hadapanNya. Pandangan kita sangat terbatas. Tidak seperti PandangnNya. PandanganNya begitu dekat kepada kita, sehingga tangan-tanganNya bisa menjangkau dan menarik kita mendekat kepadaNya.

BagiNya kita begitu dekat, sehingga bunyi nafas kita sekalipun terdengar di telingaNya. Ketika Ia menundukkan kepalaNya, ada kita di dekat kakiNya. Ia tersenyum dan tertawa ketika melihatmu mencari-cariNya, padahal kau ada di dekat kakiNya. Dan akhirnya, ia mengangkat pinggangmu, membawamu naik untuk dapat menciummu. Untuk membiarkanmu memegang pipiNya, untuk membiarkanmu menarik rambutNya. Ia ada dekat sekali denganmu. Yang perlu kau lakukan hanyalah menengadahkan kepalamu, dan Ia akan mengangkatmu ke atas. Ia akan membungkuk dan mengulurkan tanganNya.

Jadi, jika kau merasa begitu jauh dariNya..Ingat kau ada di dekat kakiNya...


Tuesday, June 23, 2009

Cahaya Hati Bocah Penjual Kue

Suatu siang dalam perjalanan menuju kampus, terlintas keinginanku untuk naik kereta api. Padahal hari-hari biasanya, aku selalu menaiki angkot D-128 rute Warung silah-Depok yang setia mengantarku sampai kampus dan aku cukup turun di depan Toko Buku daerah Margonda. Cukup sekali naik angkot dan hanya membayar Rp2.500, 00.

Tapi entah kenapa tiba-tiba saja saat itu muncul keinginan di luar kebiasaan. Aku ingin berangkat ke kampus naik kereta api. Pikirku, yah sekali-kali tak apalah, lagipula aku kuliah jam satu siang dan sekarang masih jam sebelas. Setengah dua belas aku sampai di stasiun kereta Lenteng Agung. Bagi orang lain, mungkin hal ini sangat membuang-buang waktu.

Sampai stasiun, menunggu kereta. Padahal kalau aku mau lebih cepat sampai kampus, cukup naik angkot satu kali lagi ke arah Depok. Tetapi aku tetap menunggu kereta jurusan Bogor tiba. Memang, aku hanya turun tiga stasiun berikutnya, yaitu stasiun Pondok Cina.

Sambil menunggu kereta tiba, kubuka tas dan kuambil salah satu buku yang dihadiahkan oleh salah seorang sahabat pada milad (ulang tahun-red)-ku Oktober lalu. Hampir pukul dua belas kereta api jurusan Bogor baru tiba. Kulangkahkan kaki kananku masuk ke dalam kereta. Setelah melihat sekeliling, tak ada tempat duduk kosong. Berdiri pun tak apa. Lagipula alat transportasi rakyat murah meriah begini, untung-untungan bisa dapat tempat duduk.


Tak jauh dari tempatku berdiri, seorang anak laki-laki kecil penjual kue yang kutaksir usianya baru enam tahunan menjajakan dagangannya. Satu hal yang membuatnya berbeda dengan pedagang lainnya di kereta yang aku tumpangi, adalah caranya menawarkan kue dagangannya. Saat ia menghampiriku, dia menawarkan dagangannya kepadaku sama seperti yang ditawarkannya kepada penumpang kereta lainnya.

"Kakak, apakah Kakak mau membeli kue? Hanya lima ratus rupiah saja, Kak," tawarnya.

"Nggak Dik, makasih, " jawabku.

"Baiklah. Permisi Kak." tanpa berlama-lama, anak itu segera meninggalkanku dan kembali menawarkan dagangannya kepada penumpang kereta yang lain dengan pertanyaan yang sama.

Dalam hati aku bergumam, hari gini masih ada jajanan harga lima ratus? Modalnya berapa? Aku terus memperhatikan anak laki-laki kecil itu. Sejurus kemudian, anak itu kembali menghampiri salah seorang penumpang kereta yang telah ditawari kue jualannya barusan.

"Mungkin untuk bekal di tempat kerja, Kak?" tanyanya kembali dengan penuh harap yang ditawarinya barusan bersedia membeli kue dagangannya itu. Kembali si penumpang tersebut menolak tawaran anak penjual kue dengan sama ramahnya. Anak itu pun meninggalkan gerbong kereta tempat aku berdiri dan ia menuju ke gerbong sebelah. Untuk menjajakan kue jualannya tentunya.

Segenap rasa sesal memasuki hatiku saat melihat bocah penjual kue itu berjalan menuju gerbong sebelah. Jadi kasihan aku terhadapnya. Kenapa pula tidak kubeli kue jualannya? Cuma lima ratusan dan penumpang satu gerbong tidak ada yang mau membeli kue jualannya. Padahal masih ada dua lembar ribuan di saku kemejaku, tapi urung kukeluarkan untuk membeli kue itu. Ah, penyesalan memang selalu datang belakangan.

Baru saja anak laki-laki penjual kue itu hendak masuk ke gerbong sebelah, seorang pria setengah baya memanggilnya. Pikirku, mungkin pria tersebut berniat membeli kue anak tadi. Segera anak penjual kue itu berbalik setelah dipanggil oleh pria yang duduk tidak jauh dari tempatku berdiri.

"Ini untuk adik, " katanya sambil memasukkan (sedikit memaksa) selembar uang sepuluh ribuan ke dalam saku anak penjual kue tadi. Tanpa sempat bicara, bahkan mengucapkan terima kasih pun belum, si anak sudah diminta untuk segera melanjutkan aktivitas menjual kue-kuenya. Anak tersebut hanya tersenyum diam dan melanjutkan berjalan ke gerbong sebelah.

Yang mengherankan, justru sebelum ia masuk ke gerbong sebelah, anak penjual kue tersebut memberikan uang yang diterimanya barusan kepada sepasang pengemis buta (yang menurut dugaanku mereka suami-isteri) yang berada di gerbong yang kami tumpangi. Aku masih saja terus memperhatikan bocah kecil itu. Bahkan kuperhatikan, pria setengah baya yang barusan memberikan uang tersebut juga memperhatikannya.

Dan benarlah dugaanku, pria tersebut memanggil bocah penjual kue tadi dan menanyakan kenapa uangnya diberikan kepada pengemis buta. Anak itu hanya menjawab,

"Emak saya bilang saya tidak boleh mengemis. Saya hanya boleh menerima uang kalau ada yang membeli kue dagangannya," jelasnya dengan bahasa Indonesia yang begitu baik dan benar.

Deg! Tergetar hati ini mendengar jawaban bocah penjual kue itu.

"Tapi saya ngasih uang emang buat kamu, sedekah," lanjut pria setengah baya kemudian.

"Uang sedekah juga sama saja dengan saya mengemis. Emak bilang saya harus jualan kalau mau mendapat uang, bukan mengemis," jawab bocah penjual kue itu membuat desiran dalam hatiku semakin menjadi.

"Emang kalo saya beli kue kamu semuanya berapa?" tanya pria setengah baya itu setelah beberapa saat terdiam.

"Dua puluh ribu rupiah, Pak, " jawab si bocah singkat.

Tak lama kemudian, pria setengah baya itu mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan dari dompetnya yang ia serahkan kepada bocah penjual kue yang masih tidak kuketahui siapa namanya.

"Ini, saya beli semuanya ya?" pinta pria setengah baya itu dan langsung si bocah dengan sigap membungkus semua kue dagangannya lalu diberikannya kepada pria setengah baya yang masih mengulurkan selembar uang dua puluh ribuan.

"Terima kasih, Pak, semoga rezekinya berkah, " ujar si bocah penjual kue itu sambil menerima uang dua puluh ribuan darinya dengan penuh senyum. Ah, doa yang menyejukkan, batinku.

Tak terasa kereta sudah sampai di Stasiun Pondok Cina. Banyak juga penumpang kereta yang turun. Termasuk bocah penjual kue tadi. Tampak kesenangan meliputi wajahnya dengan nampan kue yang telah kosong. Mungkin ia akan kembali pulang. Pastilah ibunya merasakan kesenangan yang tak jauh berbeda dengan dirinya, pikirku.

Sepanjang perjalanan menuju kampus tercinta, hati dan pikiranku masih saja tertuju pada bocah laki-laki penjual kue di kereta tadi. Di tengah kesulitan hidup, seorang anak kecil dengan sebegitu konsistennya tetap teguh menjaga harga dirinya dari meminta-minta kepada orang lain. Dia yakin bahwa dengan berusaha, segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. Bukan dengan berpangku tangan, mengemis, memohon belas kasihan orang lain, karena kita memang hanya boleh memohon belas kasih padaNya.

Seorang bocah yang usianya mungkin hanya terpaut satu tahun lebih tua dari keponakanku di rumah, sudah harus turut merasakan pahitnya kesulitan hidup. Terlintas dalam pikiranku seandainya yang menjadi bocah tadi adalah keponakanku. Ah, tak tega aku. Bahkan untuk membayangkannya saja. Keteguhan hatinya yang tidak menjadikan tubuh kecilnya sebagai alat mengundang rasa kasihan orang lain patut kuacungi jempol. Ia tahu bahwa semua rezeki sudah diatur secara adil oleh Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu pun makhluk kecuali sudah ditetapkan rezekinya. Tugas kita adalah menjemput dan mencari berkah dari karunia Tuhan tersebut.

Bila ingat diri ini yang mudah mengeluh dan merasa lemah, tentu aku tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bocah penjual kue tadi. Seharusnya aku bersyukur, rasa lelah yang kurasakan karena harus mencari penghasilan tambahan untuk biaya kuliah dengan mengajar dan berjualan kue juga pastilah tidak selelah bocah kecil tadi. Bersyukur, karena aku masih bisa kuliah, di saat banyak orang lainnya yang putus sekolah.

Terima kasih ya Tuhan. Rasa syukur tak terhingga terus kulafalkan atas hikmah yang kudapat hari itu. Waktu yang lebih lama kubutuhkan untuk menunggu kereta ternyata tak sebanding dengan pelajaran berharga yang disampaikan olehNya melalui kehadiran bocah kecil penjual kue di kereta tadi. Mungkin keadaannya akan berbeda bila aku tidak naik kereta ke kampus hari itu.


Monday, June 22, 2009

Nama di Buku Telepon

Suatu ketika di ruang kelas sekolah menengah, terlihat suatu percakapan yang menarik. Seorang guru, dengan buku di tangan, tampak menanyakan sesuatu kepada murid-muridnya di depan kelas. Sementara itu, dari mulutnya keluar sebuah pertanyaan.

"Anak-anak, kita sudah hampir memasuki saat-saat terakhir bersekolah di sini. Setelah 3 tahun, pencapaian terbesar apa yang membuatmu bahagia? Adakah hal-hal besar yang kalian peroleh selama ini?" Murid-murid tampak saling pandang. Terdengar suara lagi dari guru, "Ya,ceritakanlah satu hal terbesar yang terjadi dalam hidupmu..." Lagi-lagi semua murid saling pandang, hingga kemudian tangan guru itu menunjuk pada seorang murid."Nah, kamu yang berkacamata, adakah hal besar yang kamu temui?
Berbagilah dengan teman-temanmu. .."

Sesaat, terlontar sebuah cerita dari si murid, "Seminggu yang lalu,adalah masa yang sangat besar buatku. Orangtuaku, baru saja membelikan sebuah motor, persis seperti yang aku impikan selama ini." Matanya berbinar, tangannya tampak seperti sedang menunggang sesuatu.

"Motor sport dengan lampu yang berkilat, pasti tak ada yang bisamengalahkan kebahagiaan itu!" Sang guru tersenyum. Tangannya menunjukbeberapa murid lainnya. Maka,terdengarlah beragam cerita dari murid-murid yang hadir. Ada anak yang baru saja mendapatkan sebuah mobil. Ada pula yang baru dapat melewatkan liburan di luar negeri. Sementara, ada murid yang bercerita tentang keberhasilannya mendaki gunung. Semuanya bercerita tentang hal-hal besar yang mereka temui dan mereka dapatkan. Hampir semua telah bicara, hingga terdengar suara dari arah belakang.

"Pak Guru... Pak, aku belum bercerita!" Rupanya, ada seorang anak di pojok kanan yang luput dipanggil. Matanya berbinar. Mata yang sama seperti saat anak-anak lainnya bercerita tentang kisah besar yang mereka punya. "Maaf, silahkan, ayo berbagi dengan kami semua", ujar Pak Guru kepada murid berambut lurus itu. "Apa hal terbesar yang kamu dapatkan?", Pak Guru mengulang pertanyaannya kembali.

"Keberhasilan terbesar buatku, dan juga buat keluargaku adalah... saat nama keluarga kami tercantum dalam buku telpon yang baru terbit 3 hari yang lalu." Sesaat senyap. Tak sedetik, terdengar tawa-tawa kecil yang memenuhi ruangan kelas itu. Ada yang tersenyum simpul, terkikik-kikik, bahkan tertawa terbahak mendengar cerita itu.

Dari sudut kelas, ada yang berkomentar, "Ha? aku sudah sejak lahir menemukan nama keluargaku di buku telpon. Buku Telpon? Betapa menyedihkan. .. Hahaha" Dari sudut lain, ada pula yang menimpali, "Apa tak ada hal besar lain yang kamu dapat selain hal yang lumrah semacam itu?" Lagi-lagi terdengar derai-derai tawa kecil yang masih memenuhi ruangan.

Pak Guru berusaha menengahi situasi ini, sambil mengangkat tangan.
"Tenang sebentar anak-anak, kita belum mendengar cerita selanjutnya. Silahkan teruskan, Nak..." Anak berambut lurus itu pun kembali angkat bicara. "Ya. Memang itulah kebahagiaan terbesar yang pernah aku dapatkan. Dulu, Ayahku bukanlah orang baik-baik. Karenanya, kami sering berpindah-pindah rumah. Kami tak pernah menetap, karena selalu merasa di kejar polisi"

Matanya tampak menerawang. Ada bias pantulan cermin dari kedua bola mata anak itu, dan ia melanjutkan. "Tapi, kini Ayah telah berubah. Dia telah mau menjadi Ayah yang baik buat keluargaku. Sayang, semua itu butuh waktu dan usaha. Tak pernah ada Bank dan Yayasan yang mau memberikan pinjaman modal buat bekerja.Hingga setahun lalu, ada seseorang yang rela meminjamkan modal buat Ayahku. Dan kini, Ayah berhasil.

Bukan hanya itu, Ayah juga membeli sebuah rumah kecil buat kami. Dan kami tak perlu berpindah-pindah lagi.Tahukah kalian, apa artinya kalau nama keluargamu ada di buku telpon? Itu artinya, aku tak perlu lagi merasa takut setiap malam dibangunkan ayah untuk terus berlari. Itu artinya, aku tak perlu lagi kehilangan teman-teman yang aku sayangi.

Itu juga berarti, aku tak harus tidur di dalam mobil setiap malam yang dingin. Dan itu artinya, aku, dan juga keluargaku, adalah sama derajatnya dengan keluarga-keluarga lainnya" Matanya kembali menerawang. Ada bulir bening yang mengalir. "Itu artinya, akan ada harapan-harapan baru yang aku dapatkan nanti..."

Kelas terdiam. Pak Guru tersenyum haru. Murid-murid tertunduk. Mereka baru saja menyaksikan sebuah fragme tentang kehidupan. Mereka juga baru saja mendapatkan hikmah tentang pencapaian besar, dan kebahagiaan. Mereka juga belajar satu hal: "Bersyukurlah dan berbesar hatilah setiap kali mendengar keberhasilan orang lain. Sekecil apapun... Sebesar apapun"


Friday, June 19, 2009

Bedanya ABG dulu dengan sekarang

1. Anak-anak dulu cuma bisa pegang dan hisap PERMEN berbentuk ROKOK
Anak-anak sekarang sudah hebat pegang dan hisap ROKOK

2. Anak-anak dulu takut sama yang namanya JARUM SUNTIK
Anak-anak sekarang sudah bisa NYUNTIK sendiri (NARKOBA)

3. Anak-anak dulu pintar menyanyikan LAGU ANAK-ANAK
Anak-anak sekarang lebih memilih menyayikan LAGU PERCINTAAN

4. Anak-anak dulu cuma nonton film UNYIL
Anak-anak sekarang tontonannya film SINETRON YANG TIDAK MENDIDIK

5. Anak-anak dulu NONTON BF ngumpet-ngumpet
Anak-anak sekarang terang-terangan BIKIN FILM BF

6. Anak-anak dulu sangat TABU MEMBICARAKAN SEKS
Anak-anak sekarang sangat HEBAT MELAKUKAN SEKS

7. Anak-anak dulu MENGERTI ARTI PACARAN saat minimal SMP kelas 1
Anak-anak sekarang SUDAH BISA PACARAN sejak SD kelas 1

8. Anak-anak dulu menjadikan anak cewek sebagai TEMAN SEPERMAINAN
Anak-anak sekarang menjadikan anak cewek sebagai KORBAN (PEMERKOSAAN)

9. Anak-anak dulu habis berkelahi kemudian BERDAMAI
Anak-anak sekarang habis berkelahi kemudian MEMBUNUH

10. Anak-anak dulu TAKUT sama GURU
Anak-anak sekarang di TAKUTI sama GURU

11. Anak-anak dulu cuma bisa DIAM ketika dimarahi orangtuanya
Anak-anak sekarang TAK SEGAN MENGANIYAYA bila dimarahi orangtuanya

12. Anak-anak dulu hanya GIGIT JARI bila permintaannya tidak dipenuhi
Anak-anak sekarang akan MENGAMUK bila permintaannya tidak terpenuhi

13. Anak-anak dulu AKAN MENGADU kepada orangtua bila ada MASALAH BERAT
Anak-anak sekarang MEMILIH JALAN PINTAS/BUNUH DIRI hanya karena MASALAH KECIL

14. Anak-anak dulu SUKA MALU-MALU
Anak-anak sekarang TIDAK TAHU MALU, BIKIN MALU, dan MALU-MALUIN


Thursday, June 11, 2009

NILAI SEIKAT KEMBANG

Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum. Pria itu berjalan menuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata, "Pak, maukah Anda menemui wanita yang ada di mobil itu? Tolonglah Pak, karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!"


Penjaga kuburan itu menganggukan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu. Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, "Saya Ny. Steven. Saya yang selama ini mengirim uang tiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."


"O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda," jawab pria itu.


"Apa?" tanya wanita itu dengan gusar.


"Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang. Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih. Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya," jawab pria itu.


Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.


Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan.


"Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya?” kata wanita cantik itu.


Sang penjaga kuburan melongo.


”Saya Ny. Steven.”


Sang penjaga kian melongo.


”Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal. Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia. Sampai saati ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!"


Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.



Wednesday, June 10, 2009

Kadang-kadang Bodoh Itu Bisa Membuat Kita Tersenyum lho...

Ini bagus, memang kadang-kadang kita disekolahin tinggi-tinggi malah bikin kita jadi mikir yang susah-susah, padahal penyelesaiannya bisa jadi sangat mudah, naif, dan terkadang agak tolol. Heheheh........

Efisiensi adalah suatu hal yang penting di dalam dunia manajemen. Sebagai seorang anggota tim yang baik, kita memiliki tanggung jawab bukan hanya dalam membawa tim kita mencapai tujuan bersama, tetapi juga tanggung jawab dalam mencari cara terbaik untuk memecahkan setiap masalah yang terjadi. Tetapi seringkali kita terkecoh saat menghadapi suatu masalah, dan walaupun masalah tersebut terpecahkan, tetapi pemecahan yang ada bukanlah suatu pemecahan yang efisien dan justru malah terlalu rumit.


Mari kita coba lihat dalam tiga kasus di bawah ini:

1. Salah satu dari kasus yang ada adalah kasus kotak sabun yang kosong, yang terjadi di salah satu perusahaan kosmetik yang terbesar di Jepang. Perusahaan tersebut menerima keluhan dari pelanggan yang mengatakan bahwa ia telah membeli kotak sabun (terbuat dari bahan kertas) kosong. Dengan ! segera pimpinan perusahaan menceritakan masalah tersebut ke bagian pengepakan yang bertugas untuk memindahkan semua kotak sabun yang telah dipak ke departemen pengiriman. Karena suatu alasan, ada satu kotak sabun yang terluput dan mencapai bagian pengepakan dalam keadaan kosong. Tim manajemen meminta para teknisi untuk memecahkan masalah tersebut.

Dengan segera, para teknisi bekerja keras untuk membuat sebuah mesin sinar X dengan monitor resolusi tinggi yang dioperasikan oleh dua orang untuk melihat semua kotak sabun yang melewati sinar tersebut dan memastikan bahwa kotak tersebut tidak kosong.
Tak diragukan lagi, mereka bekerja keras dan cepat tetapi biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit.

Tetapi saat ada seorang karyawan di sebuah perusahaan kecil dihadapkan pada permasalahan yang sama, ia tidak berpikir tentang hal-hal yang rumit, tetapi ia muncul dengan solusi yang berbeda . Ia membeli sebuah kipas angin listrik untuk industri yang memiliki tenaga cukup besar dan mengarahkannya ke garis pengepakan. Ia menyalakan kipas angin tersebut, dan setiap ada kotak sabun yang melewati kipas angin tersebut, kipas tersebut meniup kotak sabun yang kosong keluar dari jalur pengepakan, karena kotak sabun terbuat dari bahan kertas yang ringan.


2. Pada saat NASA mulai mengirimkan astronot ke luar angkasa, mereka menemukan bahwa pulpen mereka tidak bisa berfungsi di gravitasi nol, karena tinta pulpen tersebut tidak dapat mengalir ke mata pena. Untuk memecahkan masalah tersebut, mereka menghabiskan waktu satu dekade dan 12 juta dolar. Mereka mengembangkan sebuah pulpen yang dapat berfungsi pada keadaan-keadaan seperti gravitasi nol, terbalik, dalam air, dalam berbagai permukaan termasuk kristal dan dalam derajat temperatur mulai dari di bawah titik beku sampai lebih dari 300 derajat Celcius. Dan apakah yang dilakukan para orang Rusia ? Mereka menggunakan pensil!!


3. Suatu hari, pemilik apartemen menerima komplain dari pelanggannya. Para pelanggan mulai merasa waktu tunggu mereka di pintu lift terasa lama seiring bertambahnya penghuni di apartemen itu. Dia (pemilik) mengundang sejumlah pakar untuk men-solve.

Satu pakar menyarankan agar menambah jumlah lift. Tentu, dengan bertambahnya lift, waktu tunggu jadi berkurang. Pakar lain meminta pemilik untuk mengganti lift yang lebih cepat, dengan asumsi, semakin cepat orang terlayani. Kedua saran tadi tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Tetapi, satu pakar lain hanya menyarankan satu hal, "Inti dari komplain pelanggan anda adalah mereka merasa lama menunggu". Pakar tadi hanya menyarankan untuk menginvestasikan kaca cermin di depan lift, agar pelanggan teralihkan perhatiannya dari pekerjaan "menunggu" dan merasa "tidak menunggu lift".



4. Ada seorang dosen yang diundang ke sebuah perusahaan perakitan. Maksud dari undangan tersebut adalah untuk minta bantuan dosen tersebut untuk memecahkan masalah kekeliruan yang sering kejadian di salah satu bagian perusahaan tersebut.

Masalahnya ada pada dua buah tali yang memiliki kekuatan yang berbeda bentuk fisiknya hampir sama tapi kalo diperhatikan dengan seksama bisa keliatan bedanya. Letak rak penyimpanannya sebelahan dan membuat para karyawan sering salah mengambil. Ketika harus memakai yang kuat, tapi malah menggunakan yang kurang kuat bisa menimbulkan masalah.

Bagaimana caranya biar dua tali tersebut langsung ketahuan yang kuat yang mana, yang kurang kuat yang mana??"

Dan jawaban dari dosen tersebut adalah : beri warna yang beda saja dan akhirnya ada yang beli pewarna untuk mewarnai kedua jenis tali tersebut.

Hanya untuk memecahkan masalah yang sebenernya sederhana seperti itu sampai memanggil dosen (baca:ahli). Sepertinya kita kurang berpikir sederhana, terlalu ingin hitech. hehehehe


Moral cerita ini adalah sebuah filosofi yang disebut KISS (Keep It Simple Stupid), yaitu selalu mencari solusi yang sederhana, sehingga bahkan orang bodoh sekalipun dapat melakukannya. Cobalah menyusun solusi yang paling sederhana dan memungkinkan untuk memecahkan masalah yang ada. Maka dari itu, kita harus belajar untuk fokus pada solusi daripada pada berfokus pada masalah.

"Bila kita melihat pada apa yang tidak kita punya di dalam hidup kita, kita tidak akan memiliki apa-apa. Tetapi bila kita melihat pada apa yang ada di tangan kita, kita memiliki segalanya."



Tuesday, June 9, 2009

Jadikanlah Hidupmu Seperti Air

Ada dua benda yang bersahabat karib yaitu besi dan air. Besi seringkali berbangga akan dirinya sendiri. Ia sering menyombong kepada sahabatnya : "Lihat ini aku, kuat dan keras. Aku tidak seperti kamu yang lemah dan lunak". Air hanya diam saja mendengar tingkah sahabatnya.

Suatu hari besi menantang air berlomba untuk menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana . Aturannya : "Barang siapa dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka maka ia dinyatakan menang" Besi dan air pun mulai berlomba : Rintangan pertama mereka ialah mereka harus melalui penjaga gua itu yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, Ia menabrakkan dirinya ke batu-batuan itu. Tetapi karena kekerasannya batu-batuan itu mulai runtuh menyerangnya dan besipun banyak terluka di sana sini karena melawan batu-batuan itu.

Air melakukan tugasnya ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan itu, ia lembut mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu dan tidak menyadarinya, ia hanya melubangi seperlunya saja untuk lewat tetapi tidak merusak lainnya.

Score air dan besi 1 : 0 untuk rintangan ini. Rintangan kedua mereka ialah mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk tiba di dasar gua. Besi merasakan kekuatannya, ia mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat dan ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi celah-celah itu ternyata cukup sulit untuk ditembus, semakin keras ia berputar memang celah itu semakin hancur tetapi iapun juga semakin terluka.

Air dengan santainya merubah dirinya mengikuti bentuk celah-celah itu. Ia mengalir santai dan karena bentuknya yang bisa berubah ia bisa dengan leluasa tanpa terluka mengalir melalui celah-celah itu dan tiba dengan cepat didasar gua. Score air dan besi 2 : 0

Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa, akhirnya ia berkata kepada air : "Score kita 2 : 0, aku akan mengakui kehebatanmu jika engkau dapat melalui rintangan terakhir ini !"

Airpun segera menggenang. Sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini, tetapi kemudian ia membiarkan sang matahari membantunya untuk menguap. Ia terbang dengan ringan menjadi awan, kemudian ia meminta bantuan angin untuk meniupnya keseberang dan mengembunkannya. Maka air turun sebagai hujan. Air menang telak atas besi dengan score 3 : 0.

Jadikanlah hidupmu seperti air. Ia dapat memperoleh sesuatu dengan kelembutannya tanpa merusak dan mengacaukan karena dengan sedikit demi sedikit ia bergerak tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras. Ingat hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih bukan dengan paksaan dan kekerasan. Kekerasan hanya menimbulkan dendam dan paksaan hanya menimbulkan keinginan untuk membela diri.

Air selalu merubah bentuknya sesuai dengan lingkungannya, ia flexibel dan tidak kaku karena itu ia dapat diterima oleh lingkungannya dan tidak ada yang bertentangan dengan dia. Air tidak putus asa, Ia tetap mengalir meskipun melalui celah terkecil sekalipun. Ia tidak putus asa. Dan sekalipun air mengalami suatu kemustahilan untuk mengatasi masalahnya, padanya masih dikaruniakan kemampuan untuk merubah diri menjadi uap.


Saturday, June 6, 2009

Renungan : Mengemudilah dengan aman



Dari kejauhan, lampu lalu lintas masih menyala hijau.. Jono segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tidak mau terlambat. Apaagi ia tahu perempatan itu cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu menjadi kuning, hati Jono berdebar, berharap ia bisa melewatinya segera.

Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. "Ah, aku tidak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya sambil terus melaju.

Priiiittttt. ....!!!!!

Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan meminta Jono untuk berhenti. Jono menepikan kendaraannya sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Jono agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.

"Hai Bob, senang sekali bertemu kamu lagi!"

"Hai Jon," tanpa senyum.


"Duh, sepertinya aku kena tilang nih? Memang aku agak terburu-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah."

"Oh ya?" Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.

"Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya.
Tentu aku tidak boleh terlambat dong."

"Saya mengerti, tapi sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini."

Ooooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus ganti strategi."

Jadi kamu hendak menilangku? Sungguh, tadinya aku tidak melewati lampu merah... sewaktu aku lewat lampunya masih kuning."

Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.


"Ayo dong Jon. kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu!"

Dengan ketus Jono menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Bobi menulis sesuatu di buku tilangnya.

Beberapa saat kemudian Bobi mengetuk kaca jendela. Jono memandang wajah Bobi dengan penuh kecewa. Percuma saja berkawan, pikir Jono.

Kawanpun ditilang juga.... Dibukanya kaca jendela itu sedikit. Ah, lima senti sudah cukup untuk memasukkan surat tilang.

Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke posnya. Jono mengambil surat tilang yang diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hey apa ini? Ternyata SIM-nya dikembalikan dengan sebuah nota.

Kenapa ia tidak menilangku? Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bobi.

"Halo Jono, tahukah kamu Jon, dulu aku mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah.

Pengemudi itu dihukum penjara selama tiga bulan. Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya telah tiada. Kami terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk.

Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya, begitu juga kali ini. Maafkan aku Jon, doakan agar permintaan kami dikabulkan.

Berhati-hatilah.
Salam, Bobi."

Jono terhenyak. Ia segera keluar dari
kendaraan mencari Bobi.

Namun Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah kemana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak menentu, sambil berharap kesalahannya dimaafkan.... Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain.

Bisa jadi suka kita tidak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.

Drive safely guys.....jangan terobos lampu merah!!


Friday, June 5, 2009

Quote-Quote Aneh Dari Orang-orang Terkenal...INTERESTING!!

Berikut ini adalah daftar kata-kata aneh dari mereka yang terkenal tersebut :


Ir. Soekarno, Presiden Pertama RI :
Dalam sebuah revolusi, bapak makan anak itu adalah hal yang lumrah.

Soeharto, Presiden Kedua RI :
Siapa saja yang mencoba melawan, akan saya gebuki.

Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Negarawan, Ulama, Presiden ke-4 RI :
Tergantung pemerintah. Kalau pemerintah campur tangan terus dalam segala hal yang terjadi, adalah kami tidak ada jalan lain adalah membisikkan pada para pemilih golput aja bareng-bareng.

Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5 RI :
Nabi saja seorang pemimpin, tapi nggak sarjana kok.

Mark Twain,Penulis :
Saya tidak suka dengan perkelahian. Bila saya memiliki musuh, saya akan memaafkannya, mengajaknya ke tempat yang tenang, baru menghabisinya di sana.

Ann Landers,Kolumnis :
Satu dari empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. Bila tiga orang yang Anda kenal baik-baik saja, berarti Andalah yang mengalaminya.

Zsa Zsa Gabor, Aktris :
Saya adalah penjaga rumah yang hebat. Setiap kali saya meninggalkan seorang pria, saya selalu berhasil memiliki rumahnya.

Henry Ford,Pendiri Ford Motor :
Berpikir adalah pekerjaan terberat, karena itulah sedikit sekali orang yang mau menggunakan otaknya.

Alexander Dumas the Younger, Pebisnis :
Bisnis ? Caranya mudah sekali: gunakan saja uang orang lain.

Angie Dickinson, Aktris :
Saya berbusana agar dilihat wanita, dan menanggalkan busana agar dilihat pria.

Albert Einstein, Fisikawan :
Memahami pajak adalah hal yang paling sulit dimengerti di dunia ini.

Samuel Goldwyn, Produser Film :
Saya tidak mau dikelilingi orang yang bermental yes-man. Saya ingin orang yang mengatakan kebenaran meskipun setelah itu saya akan memecatnya. Kita membayar gajinya terlalu besar, sialnya lagi dia pantas menerimanya.

Roberto Goizueta, Pemimpin Coca Cola :
Musuh-musuh kita adalah kopi, susu, teh dan air putih.

John Paul Getty, Miliarder :
Bila Anda berhutang 100 Dollar, andalah yang pusing. Tapi bila Anda berhutang 100 juta Dollar, bank yang akan pusing.

Herbert Hoover, Presiden AS ke -31 :
Berbahagialah generasi muda, karena merekalah yang akan mewarisi hutang bangsa.

Anatole France, Penulis :
Buku sejarah yang tidak mengandung kebohongan pastilah sangat membosankan.

Woody Allen, Sutradara Film :
Ternyata bertemu penjual asuransi jiwa adalah lebih buruk daripada kematian itu sendiri.

T.S. Eliot, Penulis :
Pemulis yang masih muda, meniru. Penulis yang sudah berpengalaman, mencuri ide.

Agatha Christie, Novelis Misteri :
Kolektor barang antik adalah suami yang paling baik, karena semakin tua istrinya, semakin ia mencintainya.

Alfred Hitchcock, Sutradara Film Misteri :
Saya tidak pernah bilang bahwa para aktor adalah sapi. Saya hanya bilang mereka harus diperlakukan seperti sapi.

Alan King, Komedian :
Bila engkau ingin membaca tentang cinta dan pernikahan, maka engkau harus membaca dua buku yang berbeda.

AnatoleFrance, Novelis :
Jangan pernah meminjamkan buku karena tidak akan pernah dikembalikan. Buku-buku di perpustakaan saya semuanya adalah hasil pinjaman.

Voltaire,Filsuf :
Apabila kita bicara soal uang, maka semua orang sama agamanya.

D.H. Lawrence,Penyair :
Hasil dari kerja adalah uang. Hasil dari uang adalah lebih banyak uang. Hasil dari lebih banyak uang adalah kompetisi yang ganas. Hasil dari kompetisi yang ganas adalah dunia yang kita diami ini.

Lyndon B. Johnson, Presiden AS ke-36 :
Apabila dua orang selalu sepakat dalam segala hal, itu berarti cuma satu orang yang berpikir.

Robert Neville, Aktor :
Hidup bersama orang suci ternyata jauh lebih melelahkan daripada menjadi orang suci itu sendiri.

Charles de Gaulle, Presiden Perancis Pertama :
Politisi tidak pernah percaya akan ucapan mereka sendiri, karena itulah mereka sangat terkejut bila rakyat mempercayainya.

Thomas Alva Edison, Penemu :
Banyak orang yang percaya bahwa suatu hari kala mereka bangun dari tidur, mereka sudah menjadi kaya. Sesungguhnya mereka sudah separuh benar karena mereka memang telah bangun dari tidur.

James Baldwin, Penulis, Aktor :
Semua orang memuji-muji surga, tapi tidak ada yang mau pergi ke sana sekarang juga.

Don Marquis,Kolumnis :
Orang yang munafik adalah orang yang: "hey, siapa sih yang tidak munafik?"

Benjamin Franklin, Negarawan :
Orang yang pandai meminta-minta maaf, jarang sekali pandai melakukan hal-hal lain.

Joseph Stalin, Pemimpin Politik :
Kematian satu orang adalah tragedi, kematian jutaan orang adalah statistik.

Will Rogers, Pelawak Politik :
Politik itu mahal, bahkan untuk kalahpun kita harus mengeluarkan banyak uang.

Adolf Hitler, Pemimpin Nazi :
Alangkah beruntungnya penguasa bila rakyatnya tidak bisa berpikir. Aku tidak perlu berpikir karena aku adalah pegawai pemerintah.

Clement Attlee, Perdana Menteri Inggris :
Demokrasi adalah pemerintahan yang diisi dengan banyak diskusi, namun demokrasi hanya efektif bila engkau mampu membuat orang lain tutup mulut.


Thursday, June 4, 2009

Pelajaran dari The Smartest Man : Jangan Sia-siakan Potensimu

Siapakah orang yang terpandai yang pernah hidup? Jika pertanyaan ini dilontarkan, pikiran yang terlintas di kepala kebanyakan orang adalah Albert Eisntein, Leonardo Da Vinci, Thomas Alfa Edison, Isaac Newton, Mozart, atau sederetan nama terkenal lainnya.

Tapi jawabannya bukan mereka. Orang yang paling pandai yang pernah hidup bernama William Sidis. Jika orang normal memiliki IQ 90-110, Albert Eistein sebagai prototype jenius memiliki IQ 160, Sidis memiliki IQ yang `out of scale'. Diperkirakan IQ-nya berkisar 250-300.





Menurut ibunya, Sidis mulai berbicara pada usia 4 bulan, bisa makan sendiri dengan menggunakan sendok pada usia 8 bulan dan membaca Koran pada usia 18 bulan. Pada usia 8 tahun ia mengajari dirinya sendiri bahasa Latin, Yunani, Rusia, Prancis, Jerman, Ibrani, Armenia dan Turki. Semenjak saat itu namanya menjadi langganan headline surat kabar : menulis beberapa buku sebelum berusia 8 tahun, diantaranya tentang anatomy dan astronomy. Pada usia 11 tahun Sidis diterima di Universitas Harvard sebagai murid termuda. Harvard pun kemudian terpesona dengan kejeniusannya ketika Sidis memberikan ceramah tentang Jasad Empat Dimensi di depan para professor matematika. Lebih dasyat lagi : Sidis mengerti 200 jenis bahasa di dunia dan bisa menerjamahkannya dengan amat cepat dan mudah. Ia bisa mempelajari sebuah bahasa secara keseluruhan dalam sehari !!!!

Keberhasilan William Sidis adalah keberhasilan sang Ayah, Boris Sidis yang seorang Psikolog handal berdarah Yahudi. Boris sendiri juga seorang lulusan Harvard, murid psikolog ternama William James (Demikian ia kemudian memberi nama pada anaknya) Boris memang menjadikan anaknya sebagai contoh untuk sebuah model pendidikan baru sekaligus menyerang sistem pendidikan konvensional yang dituduhnya telah menjadi biang keladi kejahatan, kriminalitas dan penyakit. Siapa yang sangka William Sidis kemudian meninggal pada usia yang tergolong muda, 46 tahun - sebuah saat dimana semestinya seorang ilmuwan berada dalam masa produktifnya -
karena stroke dan sejarah hampir tidak mencatat apa-apa tentang dia. Ia tidak punya peninggalan seperti jenius lainnya. Ia tidak memiliki apa-apa yang bisa disumbangkan bagi peradaban manusia padahal ia lahir di abad ke 20. Hidup dan potensinya sia-sia karena tidak ada keinginan untuk menyumbangkan sesuatu bagi kepentingan dunia. Sidis meninggal dalam keadaan menganggur, terasing dan amat miskin. Ironis.

Orang kemudian menilai bahwa kehidupan Sidis tidaklah bahagia. Popularitas dan kehebatannya pada bidang matematika membuatnya tersiksa. Beberapa tahun sebelum ia meninggal, Sidis memang sempat mengatakan kepada pers bahwa ia membenci matematika - sesuatu yang selama ini telah melambungkan namanya. Dalam kehidupan sosial, Sidis hanya sedikit memiliki teman. Bahkan ia juga sering diasingkan oleh rekan sekampus. Tidak juga pernah memiliki seorang pacar ataupun istri. Gelar sarjananya tidak pernah selesai, ditinggal begitu saja. Ia kemudian memutuskan hubungan dengan keluarganya, mengembara dalam kerahasiaan, bekerja dengan gaji seadanya, mengasingkan diri. Ia berlari jauh dari kejayaan masa kecilnya yang sebenarnya adalah proyeksi sang ayah. Ia menyadarinya bahwa hidupnya adalah hasil pemolaan orang lain. Namun, kesadaran memang sering datang terlambat




Mengharukan memang usaha Sidis. Ada keinginan kuat untuk lari dari pengaruh sang Ayah, untuk menjadi diri sendiri. Walau untuk itu Sidis tidak kuasa. Pers dan publik terlanjur menjadikan Sidis sebagai sebuah berita. Kemanapun Sidis bersembunyi, pers pasti bisa mencium. Sidis tidak bisa melepaskan pengaruh sang ayah begitu saja. Sudah terlanjur tertanam sebagai sebuah bom waktu, yang kemudian meledakkan dirinya sendiri

Kepandaian tidak menentukan kontribusi dan pengaruh yang kita berikan bagi sesama. Dampak bagi umat manusia hanya datang dari keinginan atau desire untuk melakukan dan mengembangkan dan potensi yang kita miliki. Itulah yang menentukan tingginya puncak hidup seseorang.

Kebanyakan kita tidak dilahirkan sebagai orang jenius, namun kita adalah makhluk yang diciptakan sesuai dengan image Tuhan. Kepada kita telah diberikan kemampuan yang unik oleh Sang Pencipta. Tujuan Tuhan agar manusia bisa memuliakanNya dan menjadi penguasa atas ciptaanNya yang lain. Jangan sia-siakan potensi yang Tuhan sudah investasikan dalam hidup kita. Temukan dan kembangkan!