Sebuah kisah dari Borneo. Seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk memotong kayu dengan gergaji tangan di gudang penyimpanan kayunya. Karena dijanjikan gaji yang lumayan besar dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, membuat si calon pemotong kayu itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.
Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah gergaji tangan dan menunjukkan jumlah tumpukan pohon yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si tukang kayu
Hari pertama bekerja, dia berhasil memotong 15 batang balok berukuran besar. Sore hari, mendengar hasil kerja si tukang kayu, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu memotong balok-balok itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu.”
Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si tukang kayu bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil memotong 10 batang balok. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit balok kayu yang berhasil dipotong dengan gergaji. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawab kan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir si tukang kayu merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kamu mengasah gergajimu?”
“Mengasah gergaji? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari memotong balok-balok dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” kata si tukang kayu.
“Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan gergaji baru dan terasah, maka kamu bisa memotong balok kayu dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan gergaji yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah gergajimu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal. Sekarang mulailah mengasah gergajimu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan.
Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si tukang kayu berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah gergaji.
renungan:
Sama seperti si tukang kayu, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru!