Thursday, December 11, 2008

Jadilah...

1. Jadilah Jagung, Jangan Jambu Monyet.

Jagung membungkus bijinya yang banyak,
sedangkan jambu monyet memamerkan bijinya yang cuma satu-satunya.

Artinya : Jangan suka pamer


2. Jadilah pohon Pisang.

Pohon pisang kalau berbuah hanya sekali, lalu mati.

Artinya : Kesetiaan dalam pernikahan.


3. Jadilah Duren, jangan kedondong

Walaupun luarnya penuh kulit yang tajam, tetapi dalamnya lembut dan manis.
hmmmm, beda dengan kedondong, luarnya mulus, rasanya agak asem dan di dalamnya ada biji yang berduri.

Artinya : Don't Judge a Book by The Cover.. jangan menilai orang dari Luarnya saja.


4. Jadilah bengkoang.

Walaupun hidup dalam kompos sampah, tetapi umbinya isinya putih bersih.

Artinya : Jagalah hati jangan kau nodai.


5. Jadilah Tandan Pete, bukan Tandan Rambutan.

Tandan pete membagi makanan sama rata ke biji petenya, semua seimbang,
tidak seperti rambutan.. ada yang kecil ada yang gede.

Artinya : Selalu adil dalam bersikap.


6. Jadilah Cabe.

Makin tua makin pedas.

Artinya : Makin tua makin bijaksana.


7. Jadilah Buah Manggis

Bisa ditebak isinya dari pantat buahnya.

Artinya : Jangan Munafik


8. Jadilah Buah Nangka

Selain buahnya, nangka memberi getah kepada penjual atau yang memakannya.

Artinya : Berikan kesan kepada semua orang (tentunya yg baik).


NB:

9. Jadilah Buah Dada

Selain bermanfaat buat anak, buat bapaknya juga

Artinya : Sekali pukul dua-duanya dapet!

Nasib Profesor di Indonesia


Oleh : Ahmad Syafii Maarif

Seorang profesor yang sudah berdinas sekitar 40 tahun, dihitung sejak pertama kali mengajar di perguruan tinggi, menerima gaji kurang lebih Rp 2,7 juta per bulan, atau lebih sedikit tergantung kepada ukuran keluarga yang masih berada di bawah tanggungannya. Sekiranya sang profesor masih punya tanggungan anak yang kuliah satu atau dua orang, Anda bisa membayangkan betapa sulit baginya untuk mengatur bujet rumah tangga. Atau, bahkan tanpa berutang, dapur bisa berhenti berasap, karena pendapatan setiap bulan benar-benar berada dalam sistem ''menghina''.

Bandingkan dengan seorang anggota DPRD di daerah yang punya PAD (Penghasilan Asli Daerah) tinggi, yang menerima gaji sekitar Rp 40 juta per bulan. Tidak peduli apakah anggota ini punya ijazah asli atau palsu yang belum ketahuan, pendapatannya sama.

Untuk menandingi perdapatan per bulan anggota DPRD yang terhormat ini, seorang profesor harus bekerja sekitar 15 bulan, baru imbang. Inilah panorama kesenjangan yang amat buruk yang berlaku sampai sekarang. Jangankan dengan wakil rakyat dengan PAD tinggi, di daerah minus sekalipun, dengan pendapatan sekitar Rp 5 juta per bulan, seorang profesor botak tidak bisa menandingi.

Memang, ada sejumlah kecil profesor atau doktor yang punya penghasilan tambahan yang cukup tinggi sebagai konsultan, dosen di luar negeri, merangkap jadi anggota DPR, komisaris atau penasihat bank, ikut proyek, atau mengajar di beberapa tempat, dan lain-lain. Tetapi, standar gaji mereka, ya seperti tersebut di atas itu.

Dengan kenyataan seperti itu, mana mungkin seorang profesor punya karier akademik yang menjulang tinggi. Dana untuk beli buku sudah tersedot untuk kepentingan survival, sekadar bertahan hidup. Nasib saya pribadi karena pernah memberi kuliah di Amerika Serikat, Malaysia, dan Kanada, plus anggota DPA selama lebih sedikit lima tahun, memang agak mendingan. Ditambah lagi jumlah anak dan istri tunggal. Sewaktu belajar di Chicago, istri saya juga sempat bekerja sebagai baby sitter (pengasuh anak) dengan penghasilan yang lumayan. Dengan kondisi ini, kami bisa menabung. Penghasilan lain juga datang dari sumber-sumber lain, seperti dari menulis dan bantuan teman.

Sekiranya penghasilan saya hanya sebagai seorang profesor dengan golongan IVe sekalipun, saya hanya akan gigit jari bila berkunjung ke toko buku. Paling-paling hanya lihat daftar isi, dan kalau ada waktu baca kesimpulan buku itu. Setelah itu pulang sambil mengenang alangkah bagusnya buku itu.

Tulisan ini tidak ingin memberi kesan bahwa seorang profesor itu perlu diberi perhatian khusus. Sama sekali tidak. Tetapi makhluk yang satu ini, apalagi mereka yang mendapatkan PhD di luar negeri, adalah pekerja keras dengan membanting otak selama bertahun-tahun. Tugasnya kemudian adalah untuk turut ''mencerdaskan kehidupan bangsa'' pada tingkat perguruan tinggi.

Pemegang PhD setelah pulang ke Tanah Air tentu harus berpikir keras lebih dulu bagaimana agar rumah tangga bisa bertahan. Urusan buku terpaksa menjadi agenda nomor sekian. Padahal tanpa buku dan jurnal, seorang pemegang PhD pasti akan kehabisan stok, tidak bisa meng-update (menyegarkan) ilmunya. Akibatnya, buku-buku terbitan puluhan tahun yang lalu dikunyah lagi untuk bahan perkuliahan.

Dengan kenyataan seperti ini, mana mungkin orang dapat berharap kualitas perguruan tinggi kita akan terbang tinggi dibandingkan dengan mitranya di negara tetangga saja. Kualitas pendidikan kita sudah terlalu jauh di bawah standar, termasuk perguruan tinggi yang biasa disebut sebagai pusat keunggulan.

Dengan rendahnya mutu lulusan kita, akan sangat kecil kemungkinan bangsa ini akan mampu bersaing pada tingkat regional untuk mengisi lapangan kerja yang terbuka lebar sebenarnya. Selain itu, kemampuan bahasa Inggris yang sangat lemah bagi lulusan kita menambah lagi daftar buruk kita untuk mampu bersaing di dunia kerja untuk perusahaan-perusahaan asing di kawasan Asia Tenggara, misalnya.

Sebagai perbandingan, di Malaysia gaji seorang profesor penuh (full professor) hampir dua kali lipat gaji anggota parlemen federal. Di Indonesia gaji seorang anggota DPR pusat sekitar 19 X lipat gaji seorang profesor penuh per bulan. Maka, orang tidak boleh kaget lagi jika dunia akademik dan keilmuan kita semakin suram dan buram dari waktu ke waktu, sementara dunia politik kita semakin berkibar dan kumuh, sementara masih saja sebagian politisi DPR kita merangkap jadi calo proyek.

Tidak malu? Pertanyaan ini sudah tidak relevan lagi untuk Indonesia, sebab peradaban bangsa ini baru sampai sebatas itu. Akan tenggelamkah kita? Semoga tidak! Anak bangsa yang masih punya hati nurani harus bangkit menolong perahu republik ini agar tidak semakin dipermalukan dunia.

KEKASIH STANDARD VS KEKASIH SEJATI


Kekasih standard selalu ingat senyum di wajahmu
Kekasih sejati juga mengingat wajahmu waktu sedih

Kekasih standard akan membawamu makan makanan yang enak-enak
Kekasih sejati akan mempersiapkan makanan yang kamu suka

Kekasih standard setiap detik selalu menunggu telpon dari kamu
Kekasih sejati setiap detik selalu teringat ingin menelponmu

Kekasih standart selalu mendoakan mu kebahagiaan
Kekasih sejati selalu berusaha memberimu kebahagiaan

Kekasih standard mengharapkan kamu berubah demi dia
Kekasih sejati mengharapkan dia bisa berubah untuk kamu

Kekasih standard paling sebal kamu menelpon waktu dia tidur
Kekasih sejati akan menanyakan kenapa sekarang kamu baru telpon ?

Kekasih standard akan mencarimu untuk membahas kesulitanmu
Kekasih sejati akan mencarimu untuk memecahkan kesulitanmu

Kekasih standard selalu bertanya mengapa kamu selalu membuatnya sedih ?
Kekasih sejati akan selalu mananyakan diri sendiri mengapa membuat kamu sedih ?

Kekasih standard selalu memikirkan penyebab perpisahan
Kekasih sejati memecahkan penyebab perpisahan

Kekasih standard bisa melihat semua yang telah dia korbankan untukmu
Kekasih sejati bisa melihat semua yang telah kamu korbankan untuknya

Kekasih standard berpikir bahwa pertengkaran adalah akhir dari segalanya
Kekasih sejati berpikir, jika tidak pernah bertengkar tidak bisa disebut cinta sejati

Kekasih standard selalu ingin kamu disampingnya menemaninya selamanya
Kekasih sejati selalu berharap selamanya bisa disampingmu menemanimu

UNGKAPAN JUJUR SEORANG ANAK

Tahun 2002 yang lalu saya harus mondar-mandir ke SD Budi Mulia Bogor. Anak sulung kami yang bernama Dika, duduk di kelas 4 di SD itu. Waktu itu saya memang harus berurusan dengan wali kelas dan kepala sekolah.

Pasalnya menurut observasi wali kelas dan kepala sekolah, Dika yang duduk di kelas unggulan, tempat penggemblengan anak-anak berprestasi itu, waktu itu justru tercatat sebagai anak yang bermasalah.

Saat saya tanyakan apa masalah Dika, guru dan kepala sekolah justru menanyakan apa yang terjadi di rumah sehingga anak tersebut selalu murung dan menghabiskan sebagian besar waktu belajar di kelas hanya untuk melamun.

Prestasinya kian lama kian merosot. Dengan lemah lembut saya tanyakan kepada Dika:

"Apa yang kamu inginkan ?" Dika hanya menggeleng.

"Kamu ingin ibu bersikap seperti apa ?" tanya saya.

"Biasa-biasa saja" jawab Dika singkat.

Beberapa kali saya berdiskusi dengan wali kelas dan kepala sekolah untuk mencari pemecahannya, namun sudah sekian lama tak ada kemajuan. Akhirnya kamipun sepakat untuk meminta bantuan seorang psikolog.

Suatu pagi, atas seijin kepala sekolah, Dika meninggalkan sekolah untuk menjalani test IQ. Tanpa persiapan apapun, Dika menyelesaikan soal demi soal dalam hitungan menit. Beberapa saat kemudian, Psikolog yang tampil bersahaja namun penuh keramahan itu segera memberitahukan hasil testnya.

Angka kecerdasan rata-rata anak saya mencapai 147 (Sangat Cerdas) dimana skor untuk aspek-aspek kemampuan pemahaman ruang, abstraksi, bahasa, ilmu pasti, penalaran, ketelitian dan kecepatan berkisar pada angka 140 - 160. Namun ada satu kejanggalan, yaitu skor untuk kemampuan verbalnya tidak lebih dari 115 (Rata-Rata Cerdas).

Perbedaan yang mencolok pada 2 tingkat kecerdasan yang berbeda itulah yang menurut psikolog, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut. Oleh sebab itu psikolog itu dengan santun menyarankan saya untuk mengantar Dika kembali ke tempat itu seminggu lagi. Menurutnya Dika perlu menjalani test kepribadian.

Suatu sore, saya menyempatkan diri mengantar Dika kembali mengikuti serangkaian test kepribadian.

Melalui interview dan test tertulis yang dilakukan, setidaknya Psikolog itu telah menarik benang merah yang menurutnya menjadi salah satu atau beberapa faktor penghambat kemampuan verbal Dika. Setidaknya saya bisa membaca jeritan hati kecil Dika.

Jawaban yang jujur dari hati Dika yang paling dalam itu membuat saya berkaca diri, melihat wajah seorang ibu yang masih jauh dari ideal.

Ketika Psikolog itu menuliskan pertanyaan "Aku ingin ibuku :...."

Dika pun menjawab : "membiarkan aku bermain sesuka hatiku, sebentar saja"

Dengan beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa selama ini saya kurang memberi kesempatan kepada Dika untuk bermain bebas. Waktu itu saya berpikir bahwa banyak ragam permainan-permainan edukatif sehingga saya merasa perlu menjadwalkan kapan waktunya menggambar, kapan waktunya bermain puzzle, kapan waktunya bermain basket, kapan waktunya membaca buku cerita, kapan waktunya main game di komputer dan sebagainya.

Waktu itu saya berpikir bahwa demi kebaikan dan demi masa depannya, Dika perlu menikmati permainan-permainan secara merata di sela-sela waktu luangnya yang memang tinggal sedikit karena sebagian besar telah dihabiskan untuk sekolah dan mengikuti berbagai kursus di luar sekolah. Saya selalu pusing memikirkan jadwal kegiatan Dika yang begitu rumit.

Tetapi ternyata permintaan Dika hanya sederhana : diberi kebebasan bermain sesuka hatinya, menikmati masa kanak-kanaknya.

Ketika Psikolog menyodorkan kertas bertuliskan "Aku ingin Ayahku ..."

Dika pun menjawab dengan kalimat yang berantakan namun kira-kira artinya "Aku ingin ayahku melakukan apa saja seperti dia menuntutku melakukan sesuatu"

Melalui beberapa pertanyaan pendalaman, terungkap bahwa Dika tidak mau diajari atau disuruh, apalagi diperintah untuk melakukan ini dan itu. Ia hanya ingin melihat ayahnya melakukan apa saja setiap hari, seperti apa yang diperintahkan kepada Dika. Dika ingin ayahnya bangun pagi-pagi kemudian membereskan tempat tidurnya sendiri, makan dan minum tanpa harus dilayani orang lain, menonton TV secukupnya, merapikan sendiri koran yang habis dibacanya dan tidur tepat waktu.

Sederhana memang, tetapi hal-hal seperti itu justru sulit dilakukan oleh kebanyakan orang tua.

Ketika Psikolog mengajukan pertanyaan "Aku ingin ibuku tidak ..."

Maka Dika menjawab "Menganggapku seperti dirinya"

Dalam banyak hal saya merasa bahwa pengalaman hidup saya yang suka bekerja keras, disiplin, hemat, gigih untuk mencapai sesuatu yang saya inginkan itu merupakan sikap yang paling baik dan bijaksana.

Hampir-hampir saya ingin menjadikan Dika persis seperti diri saya. Saya dan banyak orang tua lainnya seringkali ingin menjadikan anak sebagai foto copy diri kita atau bahkan beranggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk sachet kecil.

Ketika Psikolog memberikan pertanyaan "Aku ingin ayahku tidak : .."

Dika pun menjawab "Tidak menyalahkan aku di depan orang lain. Tidak mengatakan bahwa kesalahan-kesalahan kecil yang aku buat adalah dosa"

Tanpa disadari, orang tua sering menuntut anak untuk selalu bersikap dan bertindak benar, hingga hampir-hampir tak memberi tempat kepadanya untuk berbuat kesalahan. Bila orang tua menganggap bahwa setiap kesalahan adalah dosa yang harus diganjar dengan hukuman, maka anakpun akan memilih untuk berbohong dan tidak mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya dengan jujur. Kesulitan baru akan muncul karena orang tua tidak tahu kesalahan apa yang telah dibuat anak, sehingga tidak tahu tindakan apa yang harus kami lakukan untuk mencegah atau menghentikannya. Saya menjadi sadar bahwa ada kalanya anak-anak perlu diberi kesempatan untuk berbuat salah, kemudian iapun bisa belajar dari kesalahannya. Konsekuensi dari sikap dan tindakannya yang salah adakalanya bisa menjadi pelajaran berharga supaya di waktu-waktu mendatang tidak membuat kesalahan yang serupa.

Ketika Psikolog itu menuliskan "Aku ingin ibuku berbicara tentang ....."

Dika pun menjawab "Berbicara tentang hal-hal yang penting saja".

Saya cukup kaget karena waktu itu saya justru menggunakan kesempatan yang sangat sempit, sekembalinya dari kantor untuk membahas hal-hal yang menurut saya penting, seperti menanyakan pelajaran dan PR yang diberikan gurunya.

Namun ternyata hal-hal yang menurut saya penting, bukanlah sesuatu yang penting untuk anak saya. Dengan jawaban Dika yang polos dan jujur itu saya dingatkan bahwa kecerdasan tidak lebih penting dari pada hikmat dan pengenalan akan Tuhan. Pengajaran tentang kasih tidak kalah pentingnya dengan ilmu pengetahuan.

Atas pertanyaan "Aku ingin ayahku berbicara tentang .....",

Dika pun menuliskan "Aku ingin ayahku berbicara tentang kesalahan-kesalahannya. Aku ingin ayahku tidak selalu merasa benar, paling hebat dan tidak pernah berbuat salah. Aku ingin ayahku mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepadaku".

Memang dalam banyak hal, orang tua berbuat benar tetapi sebagai manusia, orang tua tak luput dari kesalahan. Keinginan Dika sebenarnya sederhana, yaitu ingin orang tuanya sportif, mau mengakui kesalahnya dan kalau perlu meminta maaf atas kesalahannya, seperti apa yang diajarkan orang tua kepadanya.

Ketika Psikolog menyodorkan tulisan "Aku ingin ibuku setiap hari ....."

Dika berpikir sejenak, kemudian mencoretkan penanya dengan lancar "Aku ingin ibuku mencium dan memelukku erat-erat seperti ia mencium dan memeluk adikku"

Memang adakalanya saya berpikir bahwa Dika yang hamper setinggi saya sudah tidak pantas lagi dipeluk-peluk, apalagi dicium-cium. Ternyata saya salah, pelukan hangat dan ciuman sayang seorang ibu tetap dibutuhkan supaya hari-harinya terasa lebih indah. Waktu itu saya tidak menyadari bahwa perlakukan orang tua yang tidak sama kepada anak-anaknya seringkali oleh anak-anak diterjemahkan sebagai tindakan yang tidak adil atau pilih kasih.

Secarik kertas yang berisi pertanyaan "Aku ingin ayahku setiap hari ...."

Dika menuliskan sebuah kata tepat di atas titik-titik dengan satu kata: "tersenyum".

Sederhana memang, tetapi seringkali seorang ayah merasa perlu menahan senyumannya demi mempertahankan wibawanya. Padahal kenyataannya senyuman tulus seorang ayah sedikitpun tidak akan melunturkan wibawanya, tetapi justru bisa menambah simpati dan energi bagi anak-anak dalam melakukan segala sesuatu seperti yang ia lihat dari ayahnya setiap hari.

Ketika Psikolog memberikan kertas yang bertuliskan "Aku ingin ibuku memanggilku...."

Dika pun menuliskan "Aku ingin ibuku memanggilku dengan nama yang bagus"

Saya tersentak sekali! Memang sebelum ia lahir kami telah memilih nama yang paling bagus dan penuh arti, yaitu Judika Ekaristi Kurniawan. Namun sayang, tanpa sadar, saya selalu memanggilnya dengan sebutan Nang. Nang dalam Bahasa Jawa diambil dari kata "Lanang" yang berarti laki-laki.

Ketika Psikolog menyodorkan tulisan yang berbunyi "Aku ingin ayahku memanggilku .."

Dika hanya menuliskan 2 kata saja, yaitu "Nama Asli".

Selama ini suami saya memang memanggil Dika dengan sebutan "Paijo" karena sehari-hari Dika berbicara dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Sunda dengan logat Jawa medok. "Persis Paijo, tukang sayur keliling" kata suami saya.

Atas jawaban-jawaban Dika yang polos dan jujur itu, saya menjadi malu karena selama ini saya bekerja di sebuah lembaga yang membela dan memperjuangkan hak-hak anak. Kepada banyak orang saya kampanyekan pentingnya penghormatan hak-hak anak sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak Sedunia. Kepada khalayak ramai saya bagikan poster bertuliskan "To Respect Child Rights is an Obligation, not a Choice" sebuah seruan yang mengingatkan bahwa "Menghormati Hak Anak adalah Kewajiban, bukan Pilihan".

Tanpa saya sadari, saya telah melanggar hak anak saya karena telah memanggilnya dengan panggilan yang tidak hormat dan bermartabat.

Dalam diamnya anak, dalam senyum anak yang polos dan dalam tingkah polah anak yang membuat orang tua kadang-kadang bangga dan juga kadang-kadang jengkel, ternyata ada banyak Pesan Yang Tak Terucapkan.

Seandainya semua ayah mengasihi anak-anaknya, maka tidak ada satupun anak yang kecewa atau marah kepada ayahnya. Anak-anak memang harus diajarkan untuk menghormati ayah dan ibunya, tetapi para orang tua tidak boleh membangkitkan amarah di dalam hati anak-anaknya. Para orang tua harus mendidik anaknya di dalam ajaran dan nasehat yang baik.

(Ditulis oleh : Lesminingtyas)

Sunday, November 2, 2008

Perasaan stres sering kali menjadi musuh dalam selimut. Perasaan tersebut dapat datang dengan tiba-tiba dan biasanya cukup sulit untuk dikendalikan. Stres dapat memicu timbulnya berbagai penyakit di kemudian hari. Salah satunya adalah penyakit jantung, hipertensi, dan stroke.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, ada baiknya kita menghindari stres dengan cara sebagai berikut:

1. Energi positif

Keluarkan energi positif di dalam diri kita dengan selalu berpikiran optimis dalam menghadapi setiap permasalahan. Sadarilah bahwa dalam setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Sebaiknya jangan bersikap terlalu keras pada diri sendiri karena setiap rencana yang telah kita buat belum tentu dapat tercapai. Bersikaplah lebih fleksibel sehingga kita dapat lebih menikmati indahnya hidup.

2. Menjaga kesehatan

Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jagalah kesehatan tubuh kita dengan olah raga yang teratur, tidur yang cukup, dan konsumsi makanan yang bergizi. Olah tubuh dapat merangsang keluarnya endorphine, yaitu zat yang membuat tubuh merasa nyaman, sehingga orang yang berolahraga teratur biasanya tampak sehat dan bahagia. Olah raga teratur sebaiknya didukung juga dengan pola makan yang sehat dan istirahat yang baik.

3. Kendalikan emosi

Cara termudah untuk mengendalikan emosi adalah dengan minum air putih yang banyak saat emosi mulai memuncak. Air putih dapat menenangkan emosi dan membantu kita untuk berpikir lebih jernih. Emosi yang berlebihan justru dapat menjadi memicu terjadinya stres. Bersikaplah lebih sabar dan berpikir lebih luas agar dapat memahami setiap masalah dengan jernih.

4. Istirahat sejenak

Luangkan sedikit waktu untuk beristirahat. Gunakanlah akhir pekan dengan baik, khususnya untuk memanjakan diri dan keluar dari rutinitas sehari-hari. Berkumpul bersama keluarga atau teman-teman merupakan salah satu cara untuk menumbuhkan energi positif serta semangat baru.

5. Terbuka

Jangan pendam masalah kita sendirian. Seperti ada pepatah yang mengatakan, that’s what friends are for. Dengan berbagi cerita kepada orang yang kita percaya, maka beban kita akan terasa lebih ringan dan tidak mengendap di dalam pikiran.

6. Tingkatkan rasa humor

Secara klinis, humor dapat digunakan untuk mengatasi rasa stres. Di Indonesia, sekarang ini sudah banyak tersedia terapi tertawa yang biasanya dilakukan oleh sekelompok orang minimal 5 orang, selama 5 sampai 10 menit. Humor memang perlu dilakukan agar syaraf tidak terlalu tegang dan tubuh dapat berelaksasi.

Thursday, October 23, 2008

Apakah Anda Dibayar Terlalu Murah?


Teman-teman.

Salah satu keluhan manusia paling umum adalah tentang betapa murahnya kita dibayar. Keluhan ini muncul terutama ketika surat kenaikan gaji rutin kita terima. Betapa kenaikan take-home-pay itu tidak bisa mengimbangi kenaikan kebutuhan hidup kita. Meskipun komplain itu tidak selamanya jelek. Namun, untuk soal gaji kita perlu bertanya lagi;

Benarkah kita ini dibayar terlalu murah?

Ada sahabat yang getol mengomel tentang gaji. Suatu kali, kami berkesempatan makan siang setelah sekian lama tidak berjumpa. Komplain itu masih menjadi bagian dari dirinya. Lalu saya bertanya; "Memangnya elo digaji berapa?" Sebuah pertanyaan untung-untungan. Tidak dijawab juga tidak apa-apa. "Yaaa, sekitar segini lah."

Saya terbelalak karena dia begitu terbuka dengan gajinya, dan juga karena menurut hemat saya gajinya sudah tergolong besar untuk ukuran pekerjaan dan jabatan yang dia sandang. "Pren, elu tahu rata-rata pendapatan orang Indonesia itu hanya sekitar $1,600 setahun. Artinya, cuma sekitar satu setengah juta setiap bulan. Lha, elo sudah lebih dari sepuluh kali lipat dari itu."

"Heh, elo jangan anggap gue pekerja kelas bawah gitu ye. Ya nggak berlaku lah rata-rata pendapatan semua penduduk termasuk kelas pekerja kasar dikampung-kampung dan pelosok desa tuch!" dia menukas dengan nada sengit.

"Oke, oke," saya mengangkat tangan. "Tapi, rata-rata pendapatan orang yang kerja di Jakarta pun cuma sekitar $5,167, Man. Empat setengah jutaan doang." Mata saya tertuju kearah piring. Tapi saya tahu teman saya ini melotot. "Gaji elu masih berkali-kali lipat dari itu."

"Heh, boy, udah gua bilang jangan pake rata-rata dong. Kemampuan gue juga kan diatas rata-rata!" katanya.

"Dan elo juga sudah dibayar jaoooh diatas rata-rata," tangkis saya.

"Ah, susah kali ngomong sama kau tuch!"

Saya tidak kaget ketika dia menggebrak meja. Sifat aslinya keluar kalau sedang terdesak. "Orang harus dibayar sesuai dengan kemampuan dan kontribusinya masing-maaaasing!"

Gayanya mirip Giant dalam film Dora Emon. "Wah, kalau yang satu itu gue setuju abis, Man. Masalahnya, elu udah dibayar tinggi, masih komplen juga." Saya bilang.

"Atas dasar apa elu merasa pantas mendapatkan bayaran lebih tinggi?"

"Pertama, teman gue." katanya "Di perusahaan lain dibayar lebih tinggi, padahal kemampuan gue nggak kalah dari dia." lanjutnya. "Kedua, gue udah kerja disini lebih dari lima tahun. Maasak, cuma segini-segini doang!"

"Menurut gue," saya meneguk teh botol. "Ada satu cara yang lebih objektif untuk menentukan apakah elo dibayar terlalu murah atau tidak."

"Gimana?"

"Caranya," saya berhenti sejenak. "Elu harus menentukan satu hal. Yaitu; kalau elu tidak bekerja diperusahaan manapun, elu bisa mendapatkan penghasilan berapa?" Sesendok sayur bayam masuk kemulut saya. "Nah, kalau elu dibayar dibawah angka itu, maka elu dibayar terlalu murah. Jika tidak, artinya elu sudah mendapatkan bayaran yang layak."

Saya tahu bahwa gagasan ini agak kurang lazim. Tetapi anehnya, meskipun kita tidak puas dengan bayaran yang kita terima, kita masih juga bercokol disitu. Pertanda bahwa sesungguhnya kita tidak memiliki dasar yang kuat untuk menuntut bayaran lebih dari itu.

Sebab, jika kita benar-benar memiliki alternatif lain yang jauh lebih baik, tidaklah mungkin kita berdiam diri. Mungkin, hengkang ketempat lain bisa jadi pilihan. Tidak aneh. Kalau perusahaan pesaing merekrut kita, pastilah mereka bersedia membayar ekstra dimuka. Karena, itu bagian dari strategy persaingan bisnis mereka. Kadang, perusahaan lama melakukan 'buy back' juga. Tapi hal ini tidak selalu bisa menggambarkan kemampuan dan kelayakbayaran kita sebagai individu secara utuh. Sebab, ada 'benchmark' disetiap industry. Artinya, selalu ada saat dimana gaji kita tidak bisa naik lagi kecuali kita layak untuk dipromosi kepada jabatan dan tugas yang lebih tinggi.

Makanya, tidak aneh jika ada karyawan yang direkrut dengan bayaran awal yang tinggi, tapi kenaikan gaji berkalanya tak terlalu bermakna. Sebaliknya, jika kita bisa menentukan; 'berapa pendapatan yang bisa kita hasilkan jika tidak bekerja untuk perusahaan manapun'. Maka kita akan bisa menentukan 'nilai' kita yang sesungguhnya. Misalnya, jika kita bisa menghasilkan 30 juta sebulan, maka kita bisa bernegosiasi dengan manajemen untuk mendapatkan bayaran yang sekurang-kurangnya setara dengan itu.

Mengapa kita harus bertahan disana, jika bayarannya jauh lebih rendah dari yang bisa kita hasilkan sendiri? Namun, jika perusahaan sudah membayar kita lebih tinggi dari itu; kita tahu apa artinya itu, bukan?

Sahabat saya menggugat: "Kalau gua bisa kerja sendiri ngapain gua disini? Dari dulu gua pasti sudah berhenti! Gua disini, karena gua nggak bisa kerja sendiri!"

Betul. Disitulah point utamanya. Kita menyandarkan diri kepada perusahaan itu, tanpa ada alternatif lain yang lebih baik. Jika demikian situasinya, bukankah akan lebih baik jika kita berfokus kepada kontribusi yang bisa kita berikan ditempat kerja? Tanpa harus terlebih dahulu berhitung-hitung soal gaji. Sebab, jika kita hanya bisa menjadi karyawan dengan prestasi rata-rata, mengapa perusahaan harus mengistimewakan kita? Sebaliknya, jika memang kita berprestasi sangat tinggi; tidaklah mungkin perusahaan menyia-nyiakan kita. Bahkan, kenaikan gaji 'tidak lazim' mungkin bisa kita terima tanpa terduga. Dan, jikapun perusahaan tempat kerja kita benar-benar menutup mata; masih banyak perusahaan baik yang bersedia mempekerjakan kita, dengan bayaran yang sepantasnya. Asal kita bisa menunjukkan 'siapa sesungguhnya' kita ini.

Dadang Kadarusman
http://www.dadangkadarusman.com/

Catatan Kaki: Komplain itu menghabiskan energi. Lakukan, hanya jika memang itu cukup berharga.

Pelajaran dari Kasus Merrill Lynch dan Lehman Brothers


Bangkrutnya Lehman Brothers dan akuisisi Merrill Lynch oleh Bank of America mengingatkan kita bahwa dengan kondisi perekonomian dunia yang tidak menentu seperti sekarang ini tidak ada satu pun pekerjaan yang bisa dianggap sebagai "secured jobs".

Saya masih ingat ketika sekitar awal tahun 2000 membaca sebuah artikel di majalah terbitan luar negeri (saya lupa entah itu BusinessWeek, Newsweek, Forbes atau Fortune) yang menceritakan betapa kerasnya usaha ribuan orang lulusan program MBA dari berbagai business school ternama di seluruh penjuru Amerika Serikat berlomba-lomba mendapatkan pekerjaan di Wall Street, khususnya pekerjaan di investment bank terkemuka, seperti Merrill Lynch, Lehman Brothers, Goldman Sachs atau Morgan Stanley.

Selain soal gengsi (karena sebagian besar investment bank terkemuka tersebut hanya mempekerjakan lulusan terbaik), banyak yang mengincar untuk bekerja disana karena tergiur dengan tawaran gaji dan berbagai benefits luar biasa yang ditawarkan.

Banyak yang beranggapan bahwa bekerja di investment bank kelas kakap di Wall Street merupakan sebuah pilihan yang aman. Tapi dengan perkembangan yang terjadi beberapa hari terakhir ini, siapa yang menyangka bahwa Lehman Brothers bisa bangkrut? Siapa pula yang menyangka bahwa Merrill Lynch ternyata bisa diakuisisi oleh Bank of America ?

Pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini hanya satu, bila anda saat ini masih bekerja sebagai employee (di perusahaan mana pun itu - apakah itu perusahaan nasional ataupun multinasional) ingatlah bahwa tidak ada satu orang pun yang bisa menjamin 100% bahwa anda akan aman berkarir seterusnya di perusahaan tersebut. Karena dengan perubahan yang sedemikian cepat dan kondisi perekonomian dunia yang makin sulit diprediksi, perusahaan paling besar sekalipun bisa saja gulung tikar minggu depan.

Bukannya bermaksud memprovokasi kalau saya katakan, jangan pernah sesekali berani memproklamirkan diri sebagai employee yang loyal kepada perusahaan, karena perusahaan tidak bisa menjamin apakah mereka juga akan bisa loyal kepada anda.

Bila performa kerja anda menurun, tidak peduli anda telah bekerja 10 tahun disitu, anda bisa saja ditendang keluar untuk kemudian digantikan dengan orang lain yang lebih muda dan bersedia menerima gaji yang lebih rendah dari anda.

Di lain pihak, perusahaan pasti juga tidak akan berani menjamin bahwa mereka akan mencetak keuntungan secara terus-menerus dan beroperasi seterusnya sampai dunia kiamat (ingat: sebelum akhirnya bangkrut, Lehman Brothers adalah perusahaan yang telah beroperasi sejak tahun 1850).

Nah, beberapa hal yang ingin saya tekankan sekali lagi adalah:
  • Dengan kondisi seperti sekarang ini, jangan pernah bersikap loyal kepada perusahaan, tapi bersikaplah loyal kepada profesi anda.
  • Cintailah bidang pekerjaan anda, terus asah dan perdalam pengetahuan anda mengenai beberapa aspek spesifik di bidang yang betul-betul anda minati, karena saat ini dalam pengamatan saya makin banyak perusahaan yang mencari seorang spesialis dibandingkan seorang generalis.
  • Jangan lupa untuk selalu membuka mata dan telinga lebar-lebar bila memang ada sebuah kesempatan untuk meningkatkan karir diluar sana.
  • Dan mungkin ini yang paling penting, kecuali anda adalah seorang pegawai negeri sipil yang bekerja di Indonesia, lupakan yang namanya "comfort zone" dan "job security" — those are totally bullshit!

Semoga apa yang saya tulis ini bisa membuka wawasan dan menyadarkan banyak orang yang mungkin sudah terlena dengan apa yang dinamakan "comfort zone" dalam bekerja.

Mungkin analogi yang paling pas untuk menggambarkan secara konkrit dari apa yang saya tulis ini adalah dengan membayangkan anda naik sebuah mobil. Ketika anda mengendarai sebuah mobil mahal dan canggih, anda tetap harus mengendarainya dengan kewaspadaan penuh, siap untuk mengerem atau memutar setir untuk menghindari lubang di jalan atau pengendara motor yang memotong jalan anda.

Anda tentunya tidak bisa berpikiran bahwa dengan mengendarai sebuah mobil mahal, maka anda akan selalu selamat karena dilindungi dengan berbagai peralatan pelindung canggih. Ada faktor utama yang menjadi faktor penentu keselamatan anda yaitu kewaspadaan. Hal yang sama juga berlaku dalam anda bekerja sebagai employee, bayangkan saja anda bekerja menekuni karir seperti anda mengendarai mobil: nikmati perjalanan anda, tetap waspada dan jangan pernah sampai masuk kedalam "comfort zone" - alias mengantuk, karena ketika anda masuk kedalam "comfort zone" dan sesuatu yang tidak diinginkan kemudian terjadi, biasanya anda akan merasa lebih sakit — karena memang anda tidak siap dalam menghadapinya.

Have a nice day at work!

Quote of the Day: "Action may not always bring happiness, but there is no happiness without action."

by Benjamin Disraeli

Monday, October 13, 2008

Mimpi

Sejak kita masih anak-anak, sudah terlalu sering pengaruh dari orang tua kita, keluarga kita, teman-teman kita, dan bahkan guru-guru kita yang secara langsung atau tidak langsung telah "mengondisikan" pikiran kita, untuk menganggap "mimpi" sebagai hal yang tidak dapat dicapai, dan mereka sering menyebutnya dengan "impian kosong" atau hanya menganggapnya sebagai "lamunan" belaka.

Sehingga rasanya sangat memalukan, karena terlalu sering mengasosiasikan kata "mimpi" dengan suatu pengharapan yang tidak realistis, tidak nyata. Mereka ini selalu beranggapan bahwa "impian" kita merupakan suatu bentuk "keinginan untuk melarikan diri" dari kondisi kita yang sebenarnya. Bahkan mereka ini sering merasa kasihan kepada kita yang memiliki impian besar, sering menghibur kita dengan kata-kata "yah, mudah-mudahan mimpimu dikabulkan oleh Tuhan", tetapi dengan tatapan mata yang menyiratkan rasa kasihan kepada kita, dan pandangan tidak percaya karena kita punya mimpi besar.

Penting untuk Anda ketahui, bahwa "mimpi" sesungguhnya merupakan "gambaran mental" yang menginspirasi semua usaha manusia untuk menjadikannya suatu bentuk realitanya. Dan, Anda sudah membuktikannya sekarang ini. Di zaman modern sekarang, Anda dapat menikmati berbagai fasilitas, kemudahan dan kenyamanan dalam kehidupan ini; juga disebabkan oleh "mimpi-mimpi" sebelumnya. Anda bisa menikmati televisi, menggunakan komputer, memakai telepon genggam; itu semua berawal dari "mimpi"...mimpi yang telah berubah menjadi kenyataan.

Anda bisa melihat peninggalan- peninggalan bersejarah, yang pasti awalnya juga berasal dari mimpi-mimpi besar. Saya yakin, pastilah Anda takjub dengannya; khususnya peninggalan yang termasuk dalam kategori "keajaiban dunia". Cobalah Anda bayangkan di zaman Mesir kuno, orang sudah bisa membuat Pyramid...suatu bangunan yang sangat besar, rumit, dan pasti sangat sulit mewujudkannya. Lihatlah "Tembok Besar China" yang membentang puluhan kilometer, juga bangunan "Taj Mahal" di India, "Menara Eiffel" di Perancis, "Candi Borobudur" di Indonesia, dan masih banyak lagi yang lainnya. Inilah suatu bentuk nyata dari keajaiban mimpi-mimpi besar.

Itulah suatu kenyataan, bahwa "mimpi tidak harus tidak nyata". Bahkan Anda pribadi, di dalam kehidupan Anda sendiri, pasti juga mengawalinya dengan sebuah mimpi, misalnya: pada saat Anda ingin memiliki mobil, membangun rumah baru, mencari jodoh yang tepat atau membentuk keluarga baru yang bahagia, ataupun keinginan berwisata, dan mimpi-mimpi Anda lainnya.

Apakah mimpi-mimpi Anda sudah menjadi kenyataan? Inilah bukti nyata, bahwa mimpi-mimpi memang memiliki kekuatan luar biasa prima, kekuatan hampir tanpa batas; yang bertujuan semata-mata untuk menuntun kita dalam mendapatkan bentuk realitanya.

Oleh karena itu, "mimpi" mempunyai kekuatan untuk mempertajam fokus dan mengisi hidup kita dengan energi dan hasrat membara. Itulah kenapa suatu impian besar, pasti akan menghasilkan suatu prestasi besar. Kekuatan mimpi benar-benar akan mengubah segala yang diimpikan menjadi kenyataan fisiknya. Bisakah Anda membayangkan, jika orang-orang hebat sebelum kita, tidak pernah bermimpi membentuk dunia seperti sekarang, dunia yang begitu maju teknologinya? Pastilah kehidupan kita sekarang tidak akan menjadi senyaman hari ini, jika mereka sebelum kita ini...tidak pernah mempunyai mimpi besar...mungkin kita akan hidup seperti di zaman batu.

"Impian adalah cetak biru (blue print) untuk prestasi terbesar Anda", begitu kata Napoleon Hill, penulis buku "Think & Grow Rich". Jika Anda berani bermimpi besar, punya cita-cita "setinggi langit", maka itu semakin memperkuat diri Anda. Mimpi besar Anda akan membuat "jiwa" Anda sadar akan kekuatan sejati diri Anda, menyadari potensi Anda yang sebenarnya.

Mimpi-mimpi Anda, akan memberdayakan Anda, dan menggali potensi tersembunyi dari Anda. Dengan mimpi, Anda akan mempunyai semangat juang tiada tara, sehingga memperoleh daya juang yang semakin tinggi kekuatannya dalam menggapai apapun impian yang menjadi sasaran hidup Anda. Dan, pada gilirannya, sudah bisa dipastikan; Anda menjalani hidup ini penuh dengan suka-cita dan kebahagiaan.

Sunday, October 12, 2008

Anne

Ada pasangan suami isteri yang sudah hidup beberapa lama tetapi belum mepunyai keturunan. Sejak 10 tahun yang lalu, sang istri terlibat aktif dalam kegiatan untuk menentang ABORSI, karena menurut pandangannya, aborsi berarti membunuh seorang bayi.

Setelah bertahun-tahun berumah-tangga, akhirnya sang istri hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka menyebarkan kabar baik ini kepada famili, teman-teman dan sahabat-sahabat, dan lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut bersukacita dengan mereka. Dokter menemukan bayi kembar dalam perutnya, seorang bayi laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Bayi perempuan mengalami kelainan, dan ia mungkin tidak bisa hidup sampai masa kelahiran tiba. Dan kondisinya juga dapat mempengaruhi kondisi bayi laki-laki. Jadi dokter menyarankan untuk dilakukan aborsi, demi untuk sang ibu dan bayi laki-lakinya.

Fakta ini membuat keadaan menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri mengalami depresi. Pasangan ini bersikeras untuk tidak menggugurkan bayi perempuannya (membunuh bayi tersebut), tetapi juga kuatir terhadap kesehatan bayi laki-lakinya. "Saya bisa merasakan keberadaannya, dia sedang tidur nyenyak", kata sang ibu di sela tangisannya. Lingkungan sekitarnya memberikan dukungan moral kepada pasangan tersebut,dengan mengatakan bahwa ini adalah kehendak Tuhan.

Ketika sang istri semakin mendekatkan diri dengan Tuhan, tiba-tiba dia tersadar bahwa Tuhan pasti memiliki rencanaNya dibalik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah. Pasangan ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari informasi di internet, pergi ke perpustakaan, bertemu dengan banyak dokter, untuk mempelajari lebih banyak tentang masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa mereka tidak sendirian. Banyak pasangan lainnya yang juga mengalami situasi yang sama, dimana bayi mereka tidak dapat hidup lama. Mereka juga menemukan bahwa beberapa bayi akan mampu bertahan hidup, bila mereka mampu memperoleh donor organ dari bayi lainnya. Sebuah peluang yang sangat langka. Siapa yang mau mendonorkan organ bayinya ke orang lain? Jauh sebelum bayi mereka lahir, pasangan ini menamakan bayinya, Jeffrey dan Anne. Mereka terus bersujud kepada Tuhan. Pada mulanya, mereka memohon keajaiban supaya bayinya sembuh. Kemudian mereka tahu, bahwa mereka seharusnya memohon agar diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang terjadi, karena mereka yakin Tuhan punya rencanaNya sendiri.

Keajaiban terjadi, dokter mengatakan bahwa Anne cukup sehat untuk dilahirkan, tetapi ia tidak akan bertahan hidup lebih dari 2 jam. Sang istri kemudian berdiskusi dengan suaminya, bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anne, mereka akan mendonorkan organnya. Ada dua bayi yang sedang berjuang hidup dan sekarat, yang sedang menunggu donor organ bayi. Sekali lagi, pasangan ini berlinangan air mata. Mereka menangis dalam posisi sebagai orang tua, dimana mereka bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini bertekad untuk tabah menghadapi kenyataan yang akan terjadi.

Hari kelahiran tiba. Sang istri berhasil melahirkan kedua bayinya dengan selamat. Pada momen yang sangat berharga tersebut, sang suami menggendong Anne dengan sangat hati-hati, Anne menatap ayahnya, dan tersenyum dengan manis. Senyuman Anne yang imut tak akan pernah terlupakan dalam hidupnya. Tidak ada kata-kata di dunia ini yang mampu menggambarkan perasaan pasangan tersebut pada saat itu. Mereka sangat bangga bahwa mereka sudah melakukan pilihan yang tepat (dengan tidak mengaborsi Anne), mereka sangat bahagia melihat Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka, mereka sangat sedih karena kebahagiaan ini akan berakhir dalam beberapa jam saja.

Sungguh tidak ada kata-kata yang dapat mewakili perasaan pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air mata yang terus jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang terluka..

Baik sang kakek, nenek, maupun kerabat famili memiliki kesempatan untuk melihat Anne. Keajaiban terjadi lagi, Anne tetap bertahan hidup setelah lewat 2 jam. Memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi keluarga tersebut untuk saling berbagi kebahagiaan. Tetapi Anne tidak mampu bertahan setelah enam jam.....

Para dokter bekerja cepat untuk melakukan prosedur pendonoran organ. Setelah beberapa minggu, dokter menghubungi pasangan tersebut bahwa donor tersebut berhasil. Dua bayi berhasil diselamatkan dari kematian. Pasangan tersebut sekarang sadar akan kehendak Tuhan. Walaupun Anne hanya hidup selama 6 jam, tetapi dia berhasil menyelamatkan dua nyawa. Bagi pasangan tersebut, Anne adalah pahlawan mereka, dan Sang Anne yang mungil akan hidup dalam hati mereka selamanya...

************ ********* ***
Ada 3 point penting yang dapat kita renungkan dari kisah ini :

1. SESUNGGUHYA, tidaklah penting berapa lama kita hidup, satu hari ataupun bahkan seratus tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang kita telah kita lakukan selama hidup kita, yang bermanfaat bagi orang lain.

2. SESUNGGUHNYA, tidaklah penting berapa lama perusahaan kita telah berdiri, satu tahun ataupun bahkan dua ratus tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang dilakukan perusahaan kita selama ini, yang bermanfaat bagi orang lain.

3. Ibu Anne mengatakan "Hal terpenting bagi orang tua bukanlah mengenai bagaimana karier anaknya di masa mendatang, dimana mereka tinggal, maupun berapa banyak uang yang mampu mereka hasilkan. Tetapi hal terpenting bagi kita sebagai orang tua adalah untuk memastikan bahwa anak-anak kita melakukan hal-hal terpuji selama hidupnya, sehingga ketika kematian menjemput mereka, mereka akan menuju surga".

Berhentilah Untuk Selalu Memikirkan Kepentingan Diri Sendiri.

Jadikanlah Kehadiran Anda Di Dunia Ini Sebagai RAHMAT Bagi Orang Banyak dan Bagi Orang-orang Yang Anda Cintai.

Friday, October 10, 2008

The Real Superman


Base on True Story

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi. Usia yang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno, 58 tahun, kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit. istrinya juga sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.

Disinilah awal cobaan menerpa. Setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan, itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum. Untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari ke empat anak Pak Suyatno berkumpul di rumah orangtua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing, Pak Suyatno memutuskan ibu mereka Dia yang merawat. Yang dia inginkan hanya satu, semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata, "Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak, Bahkan Bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu." Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya, "Sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi. Kami rasa ibupun akan mengijinkannya. Kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini? Kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu bergantian."

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya, "Anak-anakku, jika hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi. Tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian.." sejenak kerongkongannya tersekat, "Kalian yang selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang? Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain. Bagaimana dengan ibumu yang masih sakit?"

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata Ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber diacara islami, Selepas Subuh, dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa. Disaat itulah meledak tangis beliau, dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.

Disitulah Pak Suyatno bercerita, "Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta tapi dia tidak mencintai karena Tuhan, semuanya akan luntur. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat, diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya, bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang dia sakit berkorban untuk saya karena Tuhan dan itu merupakan ujian bagi saya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit. Setiap malam saya bersujud dan menangis. Dan saya dapat bercerita kepada Tuhan dan saya yakin hanya kepada Tuhan saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya."

AMANKAH JATAH BULANAN ANDA?

Agoeng Widyatmoko

Dalam beberapa kali menjalani usaha, saya selalu menghadapi kendala. Bukan satu dua, banyak malah. Tapi, dari semua kendala itu, justru saya belajar banyak hal. Salah satu adalah soal jatah bulanan. Lo kok, ada jatah bulanan? Emang pengusaha juga orang gajian?

Yang saya maksud dengan jatah bulanan sebenarnya adalah istilah saya untuk mengamankan keperluan bulanan (baca: harian). Sebab, jika kita tak waspada, usaha yang kita jalankan ketika mengalami penurunan, jatah untuk hidup sehari-hari bisa terganggu. Dan, akibat terganggunya aruskas harian ini, buntutnya bisa panjang lo… Otak panas, kebingungan menentukan arah, pikiran kalut, dan yang pasti, semua hal itu akanmengganggu kita dalam menjalankan usaha.

Sebagai pengusaha, tentu kita selalu mengharapkan untung. Dan, jika yang didapat untung besar, pastilah hal ini akan sangat membantu pengembangan usaha kita. Karena itu, tak jarang, kita selalu berusaha mendapat dan mencari “ikan-ikan besar” demi memperoleh orderan besar.

Tentu, hal tersebut tak salah. Sebab, adanya orderan besar pasti akan jadi darah segar bagi sebuah usaha kita. Tapi, yang jadi masalah biasanya orderan besar ini selalu banyak pemain yang berebut didalamnya. Ibarat ladang emas, yang berusaha menguasainya pastilah banyak pihak. Akibatnya, order besar ini biasanya lebih sulit memperjuangkannya. Kalau pun dapat, kadang memerlukan banyak pengorbanan, dan bahkan kadang, perlu sogokan. Yang terakhir disebut itu mungkin sudah jamak kita jumpai di dalam ranah kehidupan bisnis di tanah air. Karena itu, bagi yang miskin koneksi, kadanguntuk memenangkan tender proyek-proyek besar sangat sulit.

Tapi, jangan kuatir, sebenarnya “ikan-ikan kecil” pun kalau dikumpulkan juga akan memberikan keuntungan yang sama besar, atau bahkan bisa lebih besar. Contoh nyata ada pada salah satu kenalan saya yang berjualan pulsa. Karena ia hanya mengambil untung sedikit dari pulsa yang dijual, ia justru dikenal sebagai penjual pulsa yang murah. Akibatnya, ia pun laris manis mendapat banyak konsumen yang membeli pulsa padanya. Akibatnya yang lain, ia pun dikenal sebagai penjual yang serba murah,sehingga orang pun akan membeli padanya saat akan membeli handphone.

Yang saya sebut sebagai jatah bulanan dari kisah kenalan saya itu adalah jualan pulsa. Meski untungnya tak seberapa, asal masih dalam batas menguntungkan, pulsanya akan dijual untuk terus menghidupi usahanya. Sedangkan yang berjualan handphone, itu bisa dikategorikan semacam “ikan besar”untuk level pengusaha semacam dirinya. Meski jualan handphone tak selaris jualan pulsa, tapi dari satu handphone yang terjual, ia bisa mendapatkan keuntungan yang lumayan besar.

Salah satu unit usaha saya, yakni DapurTulis, yang bergerak di bidang jasa penulisan, juga hidup dari “ikan-ikan kecil” namun rutin layaknya jualan pulsa tadi. Ini saya dapat dari orderan mengisi beberapa kolom di media online, mengelola website perusahaan atau perorangan, hingga ke pembuatan tulisan-tulisan pesanan untuk beriklan di beberapa media. Meski nilainya belum terlalu besar, tapi dengan adanya rutinitas orderan itu, DapurTulis bisa menghidupi beberapa tenaga penulisan yan gterus produktif hingga kini.

Sedangkan untuk order besarnya, saya biasanya mendapatkan pesanan pembuatan buku, baik pesanan pribadi, misalnya untuk kampanye politik yang mulai kembali marak, hingga perusahaan yang ingin memperkuat merek usaha atau produknya dengan buku atau majalah eksternal. Selain itu, “ikan besar” lainnya saya dapatkan juga dari order yang diperoleh dari beberapa perusahaan periklanan yang memercayakan pekerjaaannya pada saya. Meski belum banyak, tapi satu nilai proyek seperti ini bisa beberapa kali lipat dari orderan harian yang saya dapatkan.

Inilah yang ingin saya ungkapkan sebagai bagian dari mengamankan jatah bulanan. Asal masih dalam batas menguntungkan, meski tipis, ambil saja semua orderan yang bermanfaat menjaga cashflow Anda. Sebab, dengan cashflow yang terjaga, kita akan lebih mudah mengendalikan dan membesarkan usaha. Mengutip kata rekan saya, “Asal menguntungkan, meski kecil, yang penting sikat dulu. Itu buat melancarkan cashflow usaha. Percayalah, yang besar-besar pasti akan menyusul kalau yang kecil digarap dengan benar.” Bukankah perjalanan satu mil pasti dimulai dari satu langkah?

*Agoeng Widyatmoko adalah penulis buku-buku wirausaha laris, konsultan UKM, dan trainer SPP. Ia dapat dihubungi di email: agoeng.w@gmail.com atau sms di 0812 895 0818.

Mengalir Seperti Air

Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya, "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati."

Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit."

"Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, "Kamu sakit dan penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.

Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku," kata sang Guru.

"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup," Pria itu menolak tawaran sang Guru.

"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"

"Ya, memang saya sudah bosan hidup."

"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu." Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali, "Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Tiba-tiba, segala sesuatu disekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang ke rumah jam 4 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya diberanda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami."

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan."

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang kerumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian.

Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!

Sunday, October 5, 2008

Berhentilah Jadi Gelas

Seorang guru mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.

"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.

"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sang murid muda.

Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."

Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit."

Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.

"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih meringis. Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan. "Sekarang kau ikut aku," Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan guru, begitu pikirnya.

"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya. "Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"

"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.

Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas. "Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Tuhan, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa asin dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya hati yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan hati dalam dadamu itu jadi sebesar danau."

Kerja Sama

Seekor kelinci sedang duduk santai di tepi pantai. Tiba-tiba datang seekor rubah jantan besar yang hendak memangsanya. Lalu kelinci itu berkata:

"Kalau memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci, yang kalah akan jadi santapan yang menang, dan saya yakin saya akan menang."

Sang Rubah jantan merasa tertantang,

"Dimanapun jadi, masa sih kelinci bisa menang melawan aku?"

Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci. Sepuluh menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam setangkai paha rubah dan melahapnya dengan nikmat. Sang Kelinci kembali bersantai, sambil memakai kaca mata hitam dan topi pantai.

Tiba-tiba datang seekor serigala besar yang hendak memangsanya. Kelinci lalu berkata:

"Kalau memang kamu berani, ayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci. Yang kalah akan jadi santapan yang menang, dan saya yakin saya akan menang."

Sang Serigala merasa tertantang,

"Dimanapun jadi, masa sih kelinci bisa menang melawan aku?"

Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci. Lima belas menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam setangkai paha serigala dan melahapnya dengan nikmat. Sang kelinci kembali bersantai, sambil memasang payung pantai dan merebahkan diri diatas pasir.

Tiba tiba datang seekor beruang besar yang hendak memangsanya. Lalu kelinci berkata:

"Kalau memang kamu berani, hayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci, yang kalah akan jadi santapan yang menang, dan saya yakin saya akan menang."

Sang Beruang merasa tertantang,

"Dimanapun jadi, masa sih kelinci bisa menang melawan aku?"

Merekapun masuk ke dalam sarang kelinci. Tiga puluh menit kemudian sang kelinci keluar sambil menggenggam setangkai paha Beruang dan melahapnya dengan nikmat.

Pohon kelapa melambai lambai, lembayung senja sudah tiba, habis sudah waktu bersantai. Sang Kelinci melongok kedalam lubang kelinci, sambil melambai

"Hai, keluar, sudah sore, besok kita teruskan!!"

Keluarlah seekor harimau dari lubang itu, sangat besar badannya. Sambil menguap Harimau berkata:

"Kerjasama kita sukses hari ini, kita makan kenyang dan saya tidak perlu berlari mengejar kencang."

NB: The Winner selalu berfikir mengenai kerja sama, sementara The Looser selalu berfikir bagaimana menjadi tokoh yang paling berjaya. Untuk membentuk ikatan persahabatan dan persaudaraan harus ada kerendahan hati dan keikhlasan bekerja sama (MESKIPUN DENGAN SESEORANG YANG KELIHATANNYA TIDAK LEBIH BAIK DARI KITA)

Hidup Itu Indah (Sebuah Pelajaran dari Sebuah Perjalanan di India)

Sebuah cerita tentang hidup dari negeri India....

Saya pikir, hidup ini kayaknya cuma nambahin kesulitan-kesulitan saya aja! 'Kerja menyebalkan', hidup tak berguna', dan nggak ada sesuatu yang beres!! banyak masalah...

Tapi semua itu berubah... sejak kemarin...Pandangan saya tentang hidup ini benar-benar telah berubah! Tepatnya terjadi setelah saya bercakap-cakap dengan teman saya. Ia mengatakan kepada saya bahwa walau ia mempunyai 2 pekerjaan dan berpenghasilan sangat minim setiap bulannya, namun ia tetap merasa bahagia dan senantiasa bersukacita.

Saya pun jadi bingung, bagaimana bisa ia bersukacita selalu dengan gajinya yang minim itu untuk menyokong kedua orangtuanya, mertuanya, istrinya, 2 putrinya, ditambah lagi tagihan-tagihan rumah tangga yang numpuk!!!

Kemudian ia menjelaskan bahwa itu semua karena suatu kejadian yang ia alami di India. Hal ini dialaminya beberapa tahun yang lalu saat ia sedang berada dalam situasi yang berat. Setelah banyak kemunduran yang ia alami itu, ia memutuskan untuk menarik nafas sejenak dan mengikuti tur ke India. Ia mengatakan bahwa di India, ia melihat tepat di depan matanya sendiri bagaimana seorang ibu MEMOTONG tangan kanan anaknya sendiri dengan sebuah golok!! Keputusasaan dalam mata sang ibu, jeritan kesakitan dari seorang anak yang tidak berdosa yang saat itu masih berumur 4 tahun, terus menghantuinya sampai sekarang.

Kamu mungkin sekarang bertanya-tanya, kenapa ibu itu begitu tega melakukan hal itu? Apa anaknya itu 'so naughty' atau tangannya itu terkena suatu penyakit sampai harus dipotong? Ternyata tidak!!! Semua itu dilakukan sang ibu hanya agar anaknya dapat..MENGEMIS...!! Ibu itu sengaja menyebabkan anaknya cacat agar dikasihani orang-orang saat mengemis di jalanan!!Saya benar-benar tidak dapat menerima hal ini, tetapi ini adalah KENYATAAN!! Hanya saja hal mengerikan seperti ini terjadi di belahan dunia yang lain yang tidak dapat saya lihat sendiri!!

Kembali pada pengalaman sahabat saya itu, ia juga mengatakan bahwa setelah itu ketika ia sedang berjalan-jalan sambil memakan sepotong roti, ia tidak sengaja menjatuhkan potongan kecil dari roti yang ia makan itu ke tanah. Kemudian dalam sekejap mata, segerombolan anak kira-kira 6 orang anak sudah mengerubungi potongan kecil dari roti yang sudah kotor itu... mereka berebutan untuk memakannya!! (suatu reaksi yang alami dari kelaparan).

Terkejut dengan apa yang baru saja ia alami, kemudian sahabatku itu menyuruh guidenya untuk mengantarkannya ke toko roti terdekat. Ia menemukan 2 toko roti dan kemudian membeli semua roti yang ada di kedua toko itu! Pemilik toko sampai kebingungan, tetapi ia bersedia menjual semua rotinya. Kurang dari $100 dihabiskan untuk memperoleh 400 potong roti (jadi tidak sampai $0,25 / potong) dan ia juga menghabiskan kurang lebih $100 lagi untuk membeli barang keperluan sehari-hari. Kemudian ia pun berangkat kembali ke jalan yang tadi dengan membawa satu truk yang dipenuhi dengan roti dan barang-barang keperluan sehari-hari kepada anak-anak (yang kebanyakan CACAT) dan beberapa orang-orang dewasa disitu!

Ia pun mendapatkan imbalan yang sungguh tak ternilai harganya, yaitu kegembiraan dan rasa hormat dari orang-orang yang kurang beruntung ini!! Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa heran bagaimana seseorang bisa melepaskan kehormatan dirinya hanya untuk sepotong roti yang tidak sampai $0,25!! Ia mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, betapa beruntungnya ia masih mempunyai tubuh yang sempurna, pekerjaan yang baik, juga keluarga yang hangat. Juga untuk setiap kesempatan dimana ia masih dapat berkomentar mana makanan yang enak, mempunyai kesempatan untuk berpakaian rapi, punya begitu banyak hal dimana orang-orang yang ada di hadapannya ini AMAT KEKURANGAN!!

Sekarang aku pun mulai berpikir seperti itu juga! Sebenarnya, apakah hidup saya ini sedemikian buruknya? TIDAK, sebenarnya tidak buruk sama sekali!! Nah, bagaimana dengan kamu? Mungkin di waktu lain saat kamu mulai berpikir seperti aku, cobalah ingat kembali tentang seorang anak kecil yang HARUS KEHILANGAN sebelah tangannya hanya untuk mengemis di pinggir jalan..!!

Saudara, banyak hal yang sudah kita alami dalam menjalani kehidupan kita selama ini, sudahkah kita BERSYUKUR??? Apakah kita mengeluh saja dan selalu merasa tidak puas dengan apa yang sudah kita miliki??

NB : ”kita tidak akan pernah merasa cukup bila kita terus melihat ke atas”

* Life is Beautiful *

Sukses Dengan Prinsip Bijak Dale Carnegie


Dalam Buku How to Win Friends and Influence People, Dale Carnegie Menjelaskan berbagai prinsip bijak yang biasa mendatangkan sukses. Prinsip ini mencakup berbagai bidang. Terdiri dari :

Menjadi Orang yang lebih ramah
  1. Jangan mengkritik,menyalahkan atau mengeluh.
  2. Berikan penghargaan yang tulus dan jujur.
  3. Bangkitkan dalam diri orang lain kehendak yang kuat.
  4. Menyukai orang secara tulus
  5. Tersenyum.
  6. Ingat, bagi seseorang, nama adalah kata yang paling manis dan paling penting dalam bahasa apapun.
  7. Jadi pendengar yang baik. Dorong orang lain untuk bicara tentang mereka.
  8. Buat orang lain merasa penting. Lakukan secara tulus.

Membuat orang lain mendukung pemikiran kita

  1. Satu-satunya cara untuk mendapatkan yang terbaik dari sebuah pertengkaran adalah menghindarinya
  2. Tunjukan respek kepada pendapat-pendapat orang lain. Jangan pernah berkata “Anda salah”.
  3. Jika salah akui secara cepat dan empatetis.
  4. Mulai dengan cara yang bersahabat
  5. Biarkan orang lain bicara banyak.
  6. Biarkan orang lain merasa, sesuatu itu adalah idenya.
  7. Usaha secara jujur untuk memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain.
  8. Bersimpati dengan ide-ide dan hasrat orang lain.
  9. Dukung motif-motif yang bermoral.
  10. Buat ide-ide yang hebat, menarik dan membangkitkan semangat.
  11. Jangan menantang.

Menjadi Pemimpin

  1. Mulai dengan pijian dan penghargaan yang jujur.
  2. Bicarakan kesalahan sendiri sebelum mengkritik orang lain.
  3. Bertanya ketimbang memberikan pengarahaan kepada orang lain
  4. Biarkan orang lain menyelamatkan mukanya.
  5. Puji kemajuan terkecil dan puji setiap perbaikan.
  6. Beri orang lain reputasi yang baik sehingga dia juga memberikan hal yang sama.
  7. Gunakan dorongan. Buat kesalahan tampak mudah dikoreksi.
  8. Buat orang lain bahagia mengerjakan sesuatu yang Anda sarankan.


"Semua Kebesaran Berasal dari keberanian untuk memulai"

“ Jika merasa kecewa, saya akan menyanyi.

Jika merasa sedih , saya akan tertawa.

Jika merasa sakit, saya akan menggandakan pekerjaan.

Jika merasa takut, saya langsung terjun.

Jika merasa lemah, saya akan mengenakan baju baru.

Jika merasa tak pasti, saya akan meninggikan suara.

Jika merasa miskin, saya akan memikirkan kekayaan yang datang.

Jika merasa tidak kompeten, saya akan memikirkan sukses sebelumnya.

Jika merasa tidak bermakna, saya akan ingat tujuan-tujuan saya.

Hari ini saya kan menjadi nyonya dari emosi-emosi saya.”

"Jika orang ingin sukses dan menyiapkan diri untuk gagal, dia kan mendapatkan situasi yang ia siapkan"

Keledai Pintar

Ternyata apa yang melekat terhadap persepsi “keledai yang bodoh” (“hanya keledai yang terantuk 2 kali pada batu yang sama“) berubah, setelah kita membaca bagaimana seekor keledai harus berjuang dan tidak pernah menyerah untuk bisa keluar dari maut kehidupan.

Suatu hari keledai seorang petani jatuh ke dalam sumur. Binatang itu menangis pilu berjam-jam, sementara si petani mencoba memikirkan apa yang harus dia lakukan. Akhirnya ia memutuskan bahwa binatang itu sudah tua, dan sumurnya pun perlu ditutup, sehingga tidak perlu untuk mengangkat keledai itu keluar.

Ia mengajak seluruh tetangganya untuk datang menolongnya. Mereka semua mengambil sekop dan mulai menimbun sumur dengan tanah. Mula-mula ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis sejadi-jadinya. Kemudian, semua takjub ketika ia berhenti menangis.

Setelah memasukkan beberapa sekop tanah kemudian, si petani akhirnya melihat ke bawah sumur. Ia terkejut akan apa yang dilihatnya. Terhadap setiap sekop tanah yang menimpa punggungnya, si keledai melakukan sesuatu yang luar biasa. Ia mengibaskan badannya dan mengangkat badannya ke atas.

Ketika para tetangga petani terus menyekop tanah ke atas tubuh binatang itu, ia mengibaskan badannya dan selalu mengangkat badannya ke atas. Dengan segera, semua orang takjub ketika keledai itu tiba di permukaan sumur, dan dengan gembira melangkah keluar!

MORAL : Kehidupan akan selalu dipenuhi oleh berbagai macam persoalan. Seperti cerita keledai diatas, trik untuk keluar dari sumur adalah dengan mengibaskan tanah itu dan mengangkat badannya ke atas. Setiap kesulitan yang kita hadapi adalah batu pijakan. Kita dapat keluar dari sumur yang paling dalam dengan cara tidak berhenti & tak pernah menyerah! Kibaskan & Mengangkat ke atas.

Ingatlah 5 kunci sederhana untuk menjadi bahagia :
1. Bebaskan hatimu dari kebencian – Memaafkan
2. Bebaskan pikiranmu dari kekuatiran – Yang pada umumnya tak pernah pernah terjadi
3. Hidup sederhana & mensyukuri apa yang kamu miliki
4. Lebih banyak memberi
5. Jangan terlalu banyak berharap dari orang lain.

Kamu punya 2 pilihan, tersenyum dan menutup halaman blog ini, atau sebarkan cerita ini pada orang lain sekaligus menebar kebahagiaan. Aku tahu, aku telah melakukannya!!